Namun jika fokusnya hanya beras, itu bisa berbalik jadi masalah. Kita berisiko mengabaikan komoditas pangan lain yang sama pentingnya.
Padahal keberagaman pangan adalah kunci gizi seimbang, dan gizi seimbang menyangkut semua lapisan masyarakat.
Ada juga soal kesejahteraan petani. Nilai Tukar Petani, indikator yang sering dipakai BPS, dianggap patokan.
Angka NTP di atas 100 berarti petani untung karena pendapatan lebih besar daripada pengeluaran. Hanya saja, istilah untung ini perlu dicermati.
Sedikit untung bukan berarti hidup sejahtera. Banyak petani ber-NTP di atas 100, tetapi hidupnya masih pas-pasan. Jauh dari makmur.
Sejarah kita menunjukkan isu pangan amat sensitif. Harga yang melambung bisa memicu gejolak sosial.
Ada yang mengaitkannya dengan jatuhnya pemerintahan di masa lalu karena pengendalian harga pangan bermasalah.
Benar, pangan adalah urat nadi bangsa. Tetapi menyederhanakan dinamika politik hanya ke satu faktor jelas tidak tepat. Banyak variabel lain ikut bermain.
Cara pandang kita perlu berubah. Jangan melihat pertanian sebagai lumbung kemiskinan atau sekadar sektor cadangan saat krisis.
Pandemi harusnya jadi pelajaran mahal. Potensi pertanian sangat besar, mungkin selama ini kita abaikan.
Ia bukan sektor tertinggal. Ia fondasi ekonomi dan sosial kita.