Dengan desain yang tepat, dua kebutuhan bisa bertemu. Warga tetap punya ruang untuk bergerak dan bersantai. Taman pun tetap sehat menjalankan fungsi ekologisnya.
Menyalahkan papan larangan sebagai biang keladi terasa terlalu sederhana. Persoalannya lebih kompleks: dana, jumlah pengunjung, fungsi ekologi, juga kualitas desain.
Solusinya harus melihat seluruh potongan itu sekaligus. Bukan hanya mencabut papan lalu berharap semuanya baik-baik saja.
***
Referensi:
- Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang. (n.d.). Manfaat ruang terbuka hijau bagi masyarakat dan lingkungan. Diakses pada 17 September 2025, dari https://dlh.semarangkota.go.id/manfaat-ruang-terbuka-hijau-bagi-masyarakat-dan-lingkungan/
- Frank, K. (2017, July 12). Soil compaction: An invisible problem. Michigan State University Extension. https://www.canr.msu.edu/news/soil_compaction_an_invisible_problem
- Republika.co.id. (2020, February 25). DPRD DKI Soroti Anggaran Perawatan Taman dan Jalur Hijau Rp 115 Miliar. https://www.republika.co.id/berita/q5zoyg380/dprd-dki-soroti-anggaran-perawatan-taman-dan-jalur-hijau-rp-115-miliar
- Sidik, A., Jannah, S. N. M., & Santosa, B. P. (2016). Konsep perancangan taman kota sebagai ruang publik studi kasus: Taman kota di Kabupaten Jepara. Jurnal Arsitektur Lanskap, 2(1), 1--10. https://media.neliti.com/media/publications/178556-ID-konsep-perancangan-taman-kota-sebagai-r.pdf
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI