Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Keturunan Samurai Ini Justru Membelot dan Membela Indonesia?

21 September 2025   21:00 Diperbarui: 17 September 2025   16:54 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anggota Seinendan. (Sejarah Nasional Indonesia VI 1993 via Kompas.com)

Cerita tentang Ichiki Tatsuo sering terdengar seperti legenda. Seorang pria Jepang, keturunan samurai, meninggalkan negerinya demi kemerdekaan Indonesia.

Versi ini rapi dan lurus. Tapi benarkah sesederhana itu? Mungkin tidak. Di balik narasinya ada sisi yang lebih kusut, lebih kelabu, dan sangat manusiawi.

Ichiki datang ke Indonesia bukan sebagai pejuang. Ia lahir di Prefektur Kumamoto dari keluarga samurai yang sudah jatuh miskin, pada 1906.

Keinginannya sederhana saja: mengubah nasib keluarga. Jadi ia merantau, berharap bisa sukses di tanah asing dan mengangkat kembali kehormatan keluarganya.

Nyatanya, hidup tidak memihak. Di Palembang ia kesulitan berbaur.

Di Bandung pun sama. Ia tidak cocok dengan komunitas Jepang di sana, dan komunitas itu juga tidak mendukung ambisinya. P

ekerjaannya tak pernah benar-benar tetap. Pernah di studio foto, pernah juga jadi kondektur bus. Ia terus mencari tempatnya di dunia, sampai merasa asing di tengah bangsanya sendiri. Fakta-fakta ini dicatat oleh (Tirto.id, 2023).

Saat itu propaganda Jepang menggema di mana-mana. Mereka menjanjikan pembebasan Asia dari penjajah Barat.

Banyak orang terbujuk, termasuk Ichiki pada mulanya. Lalu ia bekerja untuk koran propaganda, Nichiran Shogyo Shinbun, dan berperan pula di Asia Raya. Catatan tentang hal ini ada di (TracesOfWar.com).

Dari posisi itu, ia menjadi bagian dari mesin yang menebar janji-janji muluk. Di sini muncul pertanyaan yang tidak nyaman: apakah ia korban yang naif atau peserta yang sadar penuh?

Permainan itulah yang justru membelokkannya. Batas antara keduanya kabur.

Kekecewaannya terhadap Jepang memuncak ketika ia melihat sendiri kebijakan yang membawa penderitaan besar bagi rakyat Indonesia. Praktik kerja paksa romusha menjadi titik balik.

Kebijakan kejam itu membuktikan bahwa janji pembebasan hanyalah ilusi. Ini disebut oleh (Kumparan, 2022). Ia tak bisa lagi membenarkan negaranya.

Lalu ia memilih berbalik arah. Keputusan itu radikal, dan ia tidak sendirian. Ada tentara Jepang lain, Tomegoro Yoshizumi, yang mengambil pilihan serupa dan ikut membela Indonesia. Kisah ini ditulis oleh (Historia.id, 2020).

Pilihan Ichiki juga menyeretnya ke sebuah insiden tragis. Ia pernah menyerahkan uang rampasan perang kepada Oto Iskandar Dinata, niatnya tulus untuk membantu perjuangan.

Namun niat baik itu berubah menjadi bumerang. Uang tersebut dipelintir menjadi fitnah, seolah Oto menjual Bandung kepada NICA.

Tuduhan pengkhianatan menyebar cepat, berujung pada penculikan Oto dan eksekusinya di Pantai Mauk. Peristiwa ini dicatat oleh (Kompas.id, 2022). Tragedi besar, dan niat baik Ichiki justru memicu malapetaka bagi sahabat seperjuangannya.

Melihat Ichiki sebagai manusia biasa justru membuat kisahnya lebih masuk akal. Ia bukan tokoh tanpa cela.

Ia seorang yang berjuang dengan batinnya sendiri. Motivasinya campur aduk: ada idealisme, ada rasa kecewa, mungkin juga rasa bersalah, plus kebutuhan untuk diterima.

Ceritanya tidak hitam putih. Dalam wilayah abu-abu itulah sosoknya menjadi utuh.

Ia gugur dalam pertempuran di Dampit, dekat Malang, saat menjabat wakil komandan pasukan gerilya. Peristiwa ini ditulis oleh (Tirto.id, 2023).

Begitulah ia terlihat lebih nyata. Sosok yang bisa kita pahami, meski tidak selalu mudah untuk dihakimi.

***

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun