Wilayah timur Jawa punya julukan yang menarik: Tapal Kuda. Sebutan ini menunjuk pada kawasan yang membentang luas dan mencakup banyak kabupaten.
Di dalamnya ada Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Jember, Lumajang, sampai Banyuwangi (BPS Jawa Timur, 2021).
Di sana, penutur bahasa Madura sangat banyak. Mereka memakai bahasa Madura dalam kehidupan sehari-hari, jumlahnya pun dominan.
Dari situ muncul istilah "Madura Swasta". Bukan sekadar label, melainkan fenomena budaya dan demografi yang besar.Ini kisah perpindahan manusia yang kerap disederhanakan, padahal lapisannya banyak dan maknanya panjang. Layak dibaca pelan-pelan.
Cerita populer biasanya mulai dari urusan tanah. Di Madura, lahan kurang subur karena perbukitan kapur mendominasi.
Pertanian sulit berkembang dan sangat bergantung musim. Hidup pun terasa berat bagi banyak orang di sana.
Di seberang, Pulau Jawa terlihat menjanjikan. Lalu datang titik balik. Pemerintah kolonial Belanda menerbitkan Undang-Undang Agraria pada 1870.
Dampaknya besar. Perkebunan swasta bermunculan, banyak yang berdiri di kawasan Tapal Kuda (Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya, 2017).
Perkebunan butuh buruh, terutama buruh murah. Orang Madura melihat peluang itu dan berangkat merantau untuk mengejar hidup yang lebih baik (Kompas.id, 2023).
Narasi ekonomi tersebut masuk akal. Tapi ceritanya tidak berhenti di sana.
Perpindahan manusia jarang sesederhana isi perut. Ada soal harga diri, kehormatan, dan kebudayaan.