Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Djajadiningrat dan Baduy, Jejak Sejarah yang Perlu Diuji Ulang

19 September 2025   03:00 Diperbarui: 15 September 2025   10:02 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Achmad Djajadiningrat melampaui pergulatan politik di Hindia Belanda, mulai juru tulis hingga jadi bupati dan volksraad. (Wikimedia Commons)

Keluarga Djajadiningrat bukan nama sembarangan. Di Banten, pengaruh mereka terasa kuat. Dari keluarga ini lahir banyak tokoh penting yang ikut mendorong pergerakan nasional (UIN Sunan Gunung Djati).

Ada bupati, ada akademisi, ada pula menteri. Wajar kalau satu pertanyaan terus muncul: sebenarnya dari mana asal-usul mereka?

Di tengah deretan prestasi itu, ada kisah yang sering mencuat. Katanya, leluhur mereka bukan bangsawan biasa.

Konon, ada garis yang berkelindan dengan komunitas Baduy yang terpencil.

Kabar yang terdengar mengejutkan ini bukan sekadar rumor. Dasarnya sebuah catatan pribadi, sebuah memoar penting berjudul Herinneringen van Pangeran Aria Achmad Djajadiningrat (Jurnal Patanjala, 2015).

Achmad adalah figur sentral keluarga, dikenal sebagai Bupati Serang yang maju. Di bukunya, ia bercerita rinci. Ia mengaku mendapat penjelasan langsung dari seorang tetua adat Baduy. Inilah cerita yang kemudian ramai dibahas (Tirto.id).

Tetua itu bernama Naseuni. Ia menyebut leluhur Djajadiningrat adalah anak puun, pemimpin adat Baduy Cibeo. Sang anak meninggalkan desanya atas petunjuk gaib, menuruni aliran sungai hingga sampai di Banten, lalu mengabdi di Kesultanan Banten.

Kedengarannya meyakinkan, apalagi datang dari tokoh terpelajar dan berpengaruh seperti Achmad Djajadiningrat. Tapi di sini kita perlu menahan langkah sebentar.

Mari membaca dengan kepala dingin. Sejarah tidak bisa bertumpu pada satu sumber saja, terlebih jika sumbernya adalah kenangan pribadi.

Memoar itu sangat subjektif. Isinya kumpulan ingatan penulis, juga pilihan apa yang ingin ia simpan. Bias selalu mungkin hadir, sadar atau tidak.

Ada faktor lain yang patut dicatat: asal cerita yang dipakai Achmad. Ia bersumber dari tradisi lisan yang dituturkan oleh Naseuni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun