Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengabdian Pilot Perempuan di Balik Layar Perang Dunia II

16 September 2025   19:00 Diperbarui: 11 September 2025   14:05 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebagian besar relawan Resimen Pengebom Malam ke-588 masih berusia remaja, ingin berjuang untuk negara mereka.(AFP via BBC INDONESIA via Kompas.com)

Kebutuhan pilot melonjak tajam pada Perang Dunia II. Banyak pilot laki-laki dikirim ke luar negeri, sehingga terjadi kekosongan di dalam negeri.

Di celah itulah Women Airforce Service Pilot, atau WASP, muncul. Sekelompok perempuan pemberani ini mengisi kekosongan, sambil menantang stigma lama bahwa penerbangan hanya milik laki-laki.

WASP adalah organisasi sipil yang dibentuk pada 1943 dengan satu misi jelas: memanfaatkan keterampilan perempuan untuk mendukung operasi udara.

Tugas mereka tidak kecil. Para pilot WASP mengangkut pesawat dari pabrik, menguji pesawat yang baru selesai dibuat, dan mengorganisasi latihan penerbangan.

Kinerjanya terbukti solid. Mereka menempuh hingga 60 juta mil, angka yang sulit dibayangkan, dan peran itu memberi dampak nyata bagi upaya perang Amerika Serikat.

Kisah Cornelia Fort adalah salah satu yang paling mencolok. Ia seorang instruktur penerbang. Pada 7 Desember 1941, saat mendampingi seorang murid di udara, tiba-tiba sebuah pesawat Zero Jepang melintas.

Momen itu menjadikannya salah satu pilot Amerika pertama yang berhadapan dengan kekuatan udara Jepang, tepat ketika serangan atas Pearl Harbor berlangsung. Pengalaman tersebut mendorong Fort bergabung dengan Angkatan Udara Amerika Serikat.

Ia kemudian masuk WAFS, yang kelak dikembangkan menjadi WASP. Fort menjadi pilot wanita pertama yang gugur dalam tugas aktif, pada 21 Maret 1943.

Meski pengorbanannya besar, pengakuan tidak datang mudah. Selama bertugas, WASP tidak diberi status militer dan hanya diperlakukan sebagai pegawai sipil. Risiko yang mereka tanggung sangat tinggi. Tercatat 38 pilot WASP meninggal.

Keluarga mereka tidak menerima tunjangan militer. Bahkan setelah unit ini dibubarkan para pilot harus menanggung sendiri biaya pulang.

Tunjangan pemakaman untuk rekan mereka pun tidak ada. Sikap pemerintah saat itu seakan menutup mata terhadap kontribusi para perempuan ini.

Kekecewaan berlanjut setelah perang usai. WASP dibubarkan begitu saja, dan sejarah kerja mereka perlahan memudar dari ingatan publik.

Pengakuan yang layak tidak kunjung datang. Ada pula perlawanan dari sebagian veteran laki-laki yang khawatir akan persaingan kerja pascaperang.

Penolakan status militer terhadap WASP bukan semata urusan bias gender, tetapi juga terkait kompleksitas sosial dan ekonomi saat itu.

Baru puluhan tahun kemudian keadaan berbalik. Pada 1977, WASP akhirnya mendapat status veteran. Langkah ini berarti, tetapi penghargaan tertinggi baru menyusul jauh belakangan.

Pada 2009, mereka dianugerahi Congressional Gold Medal, penghargaan sipil tertinggi di Amerika Serikat. Pengakuan itu datang sekitar enam dekade terlambat, namun tetap penting.

Kisah WASP menggarisbawahi perjuangan kesetaraan gender. Mereka menunjukkan bahwa kemampuan tidak ditentukan oleh jenis kelamin.

Mereka para perintis, sumber inspirasi bagi banyak perempuan, dan pengubah cara pandang masyarakat.

Peran perempuan di militer kini kian beragam, sebagian besar karena jejak mereka. Pengakuan yang terlambat ini menjadi pengingat bahwa perjuangan menuju kesetaraan masih terus berjalan.

***

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun