Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Politik Adaptasi Bangsawan Sunda Era Mataram

15 September 2025   09:00 Diperbarui: 10 September 2025   12:56 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Orang Sunda Masa Kolonial Belanda. (Tropenmuseum via Kompas.com)

Sejarah sering menonjolkan besarnya pengaruh Mataram. Di Tanah Sunda, jejaknya terasa nyata.

Bekas kuasa abad ke-17 masih bisa dilihat hari ini. Contohnya jelas pada tingkatan bahasa Sunda. Dan hadirnya kelas bangsawan yang disebut menak.

Banyak orang segera menyimpulkannya sebagai bukti penaklukan total. Seolah Mataram datang lalu membongkar semuanya. Nyatanya tidak sesederhana itu.

Ceritanya bisa jadi berbeda dari dugaan. Ada lapisan lain yang lebih rumit. Bukan sekadar kisah kuat menekan lemah. Melainkan tentang pilihan dan strategi bertahan dalam pusaran politik.

Mulai dari soal kelas sosial. Jauh sebelum Mataram, masyarakat Sunda sudah mengenal hierarki. Menganggap sebaliknya tentu meleset.

Kerajaan Sunda dan Galuh punya skala besar dan bertahan berabad-abad. Di sana ada struktur bangsawan, pemuka agama, dan rakyat jelata.

Mataram tidak membangun kaum bangsawan dari nol. Yang dilakukan lebih mirip memberi format baru pada struktur yang sudah ada (Lubis, 1998).

Para elite Sunda kemudian mengadopsi unsur budaya Jawa, dari gelar dan busana sampai tata cara keraton. Langkah itu mengangkat status mereka di mata penguasa baru. Sekaligus menguatkan legitimasi di hadapan rakyat.

Efeknya? Mereka menjadi perpanjangan tangan Mataram di wilayahnya, dan posisi menak kian mengakar.

Lalu soal ketundukan para penguasa lokal. Sultan Agung mengklaim Priangan. Penguasa Sumedang Larang memilih tunduk.

Apakah murni karena takut? Bisa saja itu salah satu faktor. Tetapi politik tidak pernah sesederhana rasa takut. Selalu ada hitung-hitungan untung rugi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun