Mereka memikirkan privasi. Bias. Serta berbagai risiko lain.
Ini bukan perkara pintar atau tidak. Ini soal kebutuhan dan sudut pandang yang berbeda.
Dari sisi psikologi, manusia memang mudah percaya pada sistem otomatis. Istilahnya bias otomatisasi (American Psychological Association, 2018).
Kita naik pesawat tanpa ragu, meski tidak paham detail mesinnya. Kita percaya pada teknologinya.
Namun AI punya keunikan. Ia bisa berinteraksi langsung. Ia menghasilkan teks dan gambar yang mirip karya manusia.
Akibatnya terasa lebih personal. Jebakannya juga lebih dalam.
Kita gampang memproyeksikan kecerdasan ke dalamnya. Padahal AI tidak benar-benar memahami.
Kepercayaan tanpa pemahaman ada biayanya. Orang yang terlalu percaya menjadi lebih rentan.
Misinformasi dari AI bisa masuk mudah. Mulai dari deepfake sampai berita bohong.
Sebagian orang mungkin mengandalkan AI untuk keputusan penting. Misalnya soal kesehatan atau keuangan.
Padahal AI bisa keliru. Data yang dipakai juga bisa tidak lengkap.