Banyak orang takut menua. Takut juga berubah jadi orang tua yang menyebalkan.
Rasa takut ini wajar. Siapa yang tidak pernah melihat contohnya sendiri?
Ada senior yang galaknya bikin orang menjauh. Ada kakek yang kerjanya mengeluh. Ada nenek yang selalu ingin menang berdebat.
Lalu kita berbisik pada diri sendiri, suatu hari nanti aku tidak ingin seperti itu.
Sering kali kita menuding lingkungan. Masyarakat dinilai kurang ramah pada lansia.
Keluarga dianggap kurang memberi perhatian. Media pun ikut dituduh karena sering menampilkan sosok orang tua yang terasa aneh.
Tekanan dari luar ini pasti memengaruhi perilaku. Lansia merasa tidak lagi dihargai, kesepian, dan takut dilupakan.
Akibatnya mereka bisa bereaksi dengan cara yang negatif. Penjelasan ini penuh empati dan ada benarnya. Lingkungan memang punya peran besar.
Diskriminasi usia itu nyata, dampaknya menggerus kesehatan mental, dan hal ini diakui secara global, termasuk di Indonesia (Jurnal PMC NCBI, 2024).
Tapi ceritanya tidak sesederhana itu. Ada faktor dari dalam diri yang sama penting.
Sifat seseorang terbentuk sepanjang puluhan tahun. Sifat inti tidak hilang begitu saja, meski rambut mulai memutih sekalipun (Kompas Lifestyle, 2023).
Orang yang sabar cenderung menua tetap sabar. Yang egois cenderung menua tetap egois. Usia sering mempertebal karakter asli.
Jadi, menyalahkan lingkungan saja tidak tepat. Pilihan pribadi dan kepribadian yang dibangun seumur hidup ikut andil.
Ada juga soal kendali. Bayangkan proses panjangnya. Bertahun tahun seseorang memegang kuasa atas banyak hal. Mungkin ia atasan di kantor. Mungkin kepala keluarga yang disegani. Pendapatnya dicari dan jadi rujukan.
Lalu usia tua datang dan banyak hal itu perlahan pergi. Pensiun. Anak anak sudah mandiri. Tiba tiba ia bukan lagi pusat perhatian. Kehilangan rasa kontrol itu berat.
Banyak studi membuktikan kaitannya dengan stres, depresi, dan masalah kesehatan mental lain.
Catatan seperti ini juga ada di American Psychological Association. Kadang sikap keras kepala jadi cara bertahan, upaya menunjukkan mereka masih ada dan suaranya layak didengar.
Ada pandangan lain yang cukup populer. Perilaku menyebalkan dianggap sinyal minta tolong. Gejala depresi atau kesepian. Pandangan ini baik karena mendorong kita lebih peduli.
Hanya saja, tetap perlu hati hati. Jangan sampai itu menutupi kenyataan lain. Kadang perilaku buruk ya memang perilaku buruk. Melabeli semua lansia sebagai korban justru merendahkan martabat mereka.
Banyak lansia tangguh, mandiri, dan mampu beradaptasi. Mereka menunjukkan agensi yang kuat. Ini kunci penuaan yang sukses, dan konsep ini dibahas di Jurnal Risoma (2022). Mereka bukan korban pasif dari keadaan.
Akhirnya tidak ada satu jawaban tunggal. Penyebabnya rumit.
Ada pengaruh lingkungan sekitar. Ada tekanan sosial dari ageisme. Ada persoalan kesehatan mental. Ada karakter pribadi. Ada rasa kehilangan kontrol. Ada juga tanggung jawab individu.
Melihat dari satu sisi saja tidak cukup. Hanya dengan sudut pandang yang lengkap kita bisa memahami gambaran besarnya.
***
Referensi:
- American Psychological Association. (n.d.). Depression and older adults. Diakses pada 27 Agustus 2025, dari https://www.apa.org/topics/aging-older-adults/depression
- Astuti, R., & Maretalinia, R. N. (2022). Agency dan subjective well-being pada lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha. RISOMA: Jurnal Riset Sosiologi dan Sosiologi Agama, 5(2), 14-30. https://journal.appisi.or.id/index.php/risoma/article/view/727
- Putri, A. K., & Taufik, T. (2024). Ageism toward older adults in Indonesia: A study of stereotypes, prejudice, and discrimination. PLoS ONE, 19(3), e0298218. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0298218
- Tashandra, N. (2023, 22 Agustus). Kepribadian bisa berubah seiring bertambahnya usia. Kompas.com. https://lifestyle.kompas.com/read/2023/08/22/182117420/kepribadian-bisa-berubah-seiring-bertambahnya-usia
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI