Ritual Tapa Bisu adalah tradisi mengagumkan. Tradisi ini sungguh penuh pesona.
Tiap Malam Satu Suro ribuan orang berjalan. Mereka berjalan dalam keheningan total.
Ini sebuah prosesi diam sarat makna. Mereka melangkah tanpa memakai alas kaki.
Mereka mengelilingi benteng keraton di sana. Lokasinya ada di Yogyakarta dan Surakarta.
Sumber budaya menyebut ini cara merenung. Di Yogyakarta namanya adalah Mubeng Beteng. Ritual ini cara baik merenung (Kompas, 2021).
Ini adalah sebuah laku prihatin diri. Tujuannya untuk introspeksi diri mendalam. Mereka menyambut tahun baru kalender Jawa.
Tradisi ini adalah puncak perpaduan budaya. Budaya Jawa dan Islam menyatu di sini. Proses ini berlangsung selama berabad-abad.
Tradisi ini menjadi simbol harmoni indah. Simbol ini sangat menenangkan bagi semua. Siapa pun bisa menyaksikannya dengan langsung.
Namun, apakah narasi ini satu-satunya cerita? Gambaran harmoni sempurna datang dari keraton. Ini adalah pandangan para elit budaya. Mereka memahami filosofi di baliknya.
Di luar tembok istana ada kenyataan lain. Kenyataannya mungkin jauh lebih rumit. Tidak semua kelompok Islam memandang sama.
Tradisi ini dipandang dengan cara berbeda. Sebagian kalangan Islam lebih puritan. Mereka menganggap ritual ini bisa menyimpang.