AI sekarang ada di mana-mana. Teknologi ini mengubah cara kita hidup. Ia juga mengubah cara kita bekerja. Serta mengubah cara kita untuk belajar.Â
Contohnya adalah asisten virtual di ponsel. Ada juga sistem rekomendasi belanja online. AI telah menjadi bagian penting hidup kita. Ia tak terpisahkan dari rutinitas harian.Â
Namun ada satu pertanyaan besar muncul. Pertanyaan ini tentang kebutuhan energinya. Banyak orang mulai merasa sangat khawatir. Mereka menyebut AI sangat rakus listrik.Â
Hal ini memunculkan sebuah dilema baru. Yaitu antara kemajuan teknologi dan lingkungan.
Pusat data adalah jantung operasi AI. Tempat ini berisi ribuan server komputer. Server itu bekerja tanpa henti nonstop. Butuh energi luar biasa untuk beroperasi. Juga untuk menjaga server tetap dingin.Â
Proyeksi menunjukkan kebutuhannya akan terus melonjak. Beberapa laporan menyebut angka kenaikan besar.Â
Angkanya bisa dua kali lipat lebih besar. Hal itu terjadi dalam beberapa tahun. Jumlahnya setara konsumsi listrik Jepang (International Energy Agency, 2024).Â
Angka-angka ini terdengar sangat mengkhawatirkan. Beban ini muncul dari proses komputasi. Prosesnya sendiri berjalan sangat intensif. Baik saat melatih model dengan data. Maupun saat menjalankannya untuk menjawab kita.Â
Pelatihan satu model AI sangat besar. Bisa memakan listrik sangat banyak sekali. Setara ratusan rumah selama setahun (arXiv.org, 2025).Â
Setiap interaksi kecil kita dengan AI. Jika dijumlahkan dari miliaran pengguna. Akan menjadi beban energi sangat signifikan.
Namun melihat AI hanya sebagai konsumen. Itu adalah pandangan yang sangat sempit. Ada sisi lain yang sering terlupakan.Â