Langkah ini bukanlah sebuah sinyal kepanikan. Ini adalah cerminan manajemen risiko bencana. Sistem tersebut berjalan baik juga terukur.Â
Keselamatan publik selalu menjadi prioritas absolut. Ini berlaku untuk pengunjung dan masyarakat. Tindakan preventif ini menunjukkan keseriusan mereka.Â
Setiap anomali dipantau secara sangat ketat. Respons juga diberikan dengan sangat serius (Kementerian ESDM, 2025).Â
Tidak semua getaran berakhir dengan letusan. Sejarah mencatat beberapa periode aktivitas tinggi. Aktivitas itu kemudian mereda tanpa erupsi.
Ancaman Gunung Gede tidak terbatas letusan. Ada bahaya-bahaya lain yang lebih rutin. Bahaya itu juga terasa lebih dekat. Otoritas vulkanologi konsisten memperingatkan publik. Peringatan tentang bahaya gas vulkanik (Warta Kota, 2025).Â
Gas ini beracun di sekitar kawah. Emisi gas hidrogen sulfida bisa berbahaya. Konsentrasinya membahayakan sistem pernapasan manusia.Â
Ancaman lahar dingin juga sangat nyata. Ini karena curah hujan sangat tinggi. Aliran material vulkanik terbawa air hujan. Hal ini bisa terjadi tanpa letusan.
Pada akhirnya, hidup berdampingan adalah keniscayaan. Ini berlaku bagi jutaan rakyat Indonesia. Kuncinya bukanlah hidup dalam rasa takut.Â
Kuncinya adalah membangun budaya sadar bencana. Narasi publik tentang Gunung Gede idealnya seimbang. Tidak hanya diisi oleh rasa khawatir.Â
Tetapi juga diisi oleh pemahaman kesiapsiagaan. Kita harus memahami sistem peringatan dini. Kita harus mengetahui semua jalur evakuasi. Kita juga harus percaya informasi resmi. Inilah fondasi mitigasi bencana yang kuat.
***