Satu episodenya habiskan $30 juta. Dana itu untuk membayar para aktor. Juga untuk sutradara dan efek visual. Serta biaya untuk bagian pemasaran (Greenscene, 2024). Info juga dari sumber Okezone (2022).Â
Persaingan ketat mendorong semua platform. Mereka berlomba membuat konten orisinal. Konten tersebut harus sangat berkualitas. Demi menarik dan mempertahankan pelanggan.
Di sisi lain, konsumen lelah. Kondisi ini disebut subscription fatigue (Accedo). Artinya adalah kelelahan dalam berlangganan.Â
Banyak konsumen merasa sangat terbebani. Mereka harus mengelola banyak tagihan.Â
Tagihan digital dibayar setiap bulan. Sebuah penelitian telah menunjukkan fakta. 42% konsumen di Amerika Serikat. Merasa punya banyak langganan streaming (Simon-Kucher).Â
Kondisi ini juga terjadi Indonesia. Total biaya langganan bisa mahal. Biayanya capai Rp500.000 per bulan. Angka ini sangat besar sekali. Bagi sebagian orang untuk hiburan.
Lantas, apakah layanan streaming masih layak? Jawabannya tergantung kebutuhan setiap individu (YouGov, 2024).Â
Bagi penyuka satu layanan tertentu. Biaya langganan mungkin masih sepadan. Mereka bisa menonton ribuan judul. Tontonan itu tersedia kapan saja. Biaya bulanannya lebih murah sekali. Daripada harus sering pergi bioskop.Â
Namun bagi yang merasa terbebani. Ada beberapa alternatif bisa dicoba (Detik.com, 2025).
Beberapa orang memilih untuk berbagi akun. Namun cara ini semakin sulit dilakukan. Karena Netflix mulai membatasi penggunaan. Terutama akun di luar satu rumah (CNBC Indonesia, 2023). Informasi dari sumber lain Yahoo (2023).Â
Ada juga model layanan gratis. Layanan ini berbasis iklan atau AVOD. Pengguna bisa menonton secara gratis. Asalkan bersedia untuk melihat iklan. Seperti yang ditawarkan oleh YouTube. Juga oleh Tubi dan Pluto TV (CNET).Â