Keramaian festival dikhawatirkan menutupi esensi awal. Nilai-nilai sakralnya menjadi tergerus. Fokus masyarakat beralih pada hiburan.
Perbedaan dulu dan sekarang sangat jelas. Dandangan dulu adalah pengumuman. Kini sudah menjadi perayaan (Kompasiana, 2024).Â
Pengumuman awal puasa tetap ada. Namun kini menjadi bagian kecil. Ini menjadi bagian dari serangkaian acara besar.
Melihat fakta ini, kita perlu mengakui. Dandangan kini memiliki dua wajah (Kompasiana, 2024).Â
Wajah pertama adalah warisan sejarah. Ini mengikat masyarakat pada akar budaya. Wajah ini juga mengikat masyarakat pada agama.Â
Wajah kedua adalah ekonomi modern. Ini memanfaatkan daya tarik sejarah. Tujuannya menciptakan festival yang menguntungkan (Kompas.com, 2022; PPID Kudus Kab).Â
Kedua wajah ini berjalan beriringan. Tradisi ini diakui sebagai WBTB. WBTB adalah Warisan Budaya Tak Benda. Ini milik Kabupaten Kudus. Dandangan juga jadi agenda pariwisata nasional (Diskominfo Kudus Kab; Visit Jawa Tengah).
Ini tidak harus menjadi masalah. Tradisi bersifat dinamis. Tradisi tidak beku dalam waktu (VIVA.co.id, 2024).Â
Namun, penting mengenali perubahannya. Penting pula menghargai makna aslinya.Â
Dandangan adalah cerminan akulturasi budaya. Ini juga cerminan adaptasi sosial.Â
Acara ini menjadi jembatan masa lalu. Acara ini menghubungkan dengan masa kini. Acara ini menghubungkan spiritualitas dengan keramaian (Kompas.com; Journal Nabawi).