Mengapa tentara penjajah mau mati untuk Indonesia? Di Garut, beberapa kombatan Jepang dan Korea bergabung. Mereka menjadi bagian Laskar Pangeran Papak. Laskar ini didirikan 27 Oktober 1945. Ini kisah pengorbanan mereka.
Kenapa kita harus peduli? Karena ini lebih dari sejarah. Ini adalah bukti kemanusiaan. Bukti bahwa keinginan merdeka itu milik semua orang. Tidak peduli bangsa atau warna kulitnya.Â
Para kombatan asing itu melihat sesuatu di sini. Sesuatu yang layak mereka bela sampai mati. Kisah mereka mengajarkan kita. Ikatan persaudaraan bisa lebih kuat daripada ikatan darah.
Kekuatan terbesar pengikat mereka bukanlah ideologi. Tapi ikatan personal yang mendalam. Mereka menemukan keluarga baru. Bersama puluhan kombatan asing lainnya.Â
Di tengah pasukan gerilya. Mereka diterima tanpa memandang asal-usul. Di Laskar Pangeran Papak, mereka diberi nama baru. Seperti Komarudin dan Abu Bakar. Mereka memeluk agama Islam. Mereka makan dan tidur bersama pejuang lokal.Â
Proses membaur inilah yang mengubah loyalitas mereka. Para sejarawan menekankan hubungan personal ini. Sangat penting dalam keputusan mereka membelot.Â
Ikatan dengan komandan atau kawan. Ternyata lebih kuat daripada perintah dari Tokyo. Mereka tidak lagi merasa sebagai orang asing. Mereka telah menjadi bagian dari sebuah komunitas. Sebuah keluarga besar. Berjuang untuk tujuan yang sama.Â
Perasaan diterima dan memiliki inilah. Yang membuat mereka rela mengangkat senjata. Bertempur mati-matian melindungi rumah baru mereka.
Bagaimana proses musuh menjadi saudara? Itu terjadi lewat beberapa tahapan. Semuanya sangat manusiawi.
- Diterima Tanpa Curiga
Laskar Pangeran Papak berbeda. Komandannya, Mayor SM Kosasih, punya pikiran terbuka. Dia tidak melihat mereka sebagai bekas musuh. Dia melihat mereka sebagai manusia. Manusia yang punya keahlian.Â
Para kombatan asing ini diterima dengan baik. Mereka tidak diinterogasi berlebihan. Sebaliknya, mereka langsung dirangkul. Kepercayaan ini adalah kunci pertama. Kepercayaan dari SM Kosasih. Membuat serdadu asing merasa dihargai.Â
Mereka merasa menemukan tempat. Tempat keahlian mereka berguna. Bukan lagi alat perang penjajah. Tapi bagian dari perjuangan bersama. Ini adalah awal dari sebuah loyalitas baru.