"Satu nama, Novel Baswedan, kembali terdengar. Nama yang bukan sekadar nama. Tapi sebuah pengingat. Tentang integritas yang pernah coba dipadamkan."
Novel, eks penyidik KPK yang 'disingkirkan'. Kini ditunjuk Kapolri untuk mengurus penerimaan negara. Menurut saya, ini bukan sekadar jabatan. Ini adalah ujian bagi sistem itu sendiri. Apakah integritas individu benar-benar bisa diberi ruang bekerja?
---
Kembalinya Novel Baswedan, adalah pertaruhan dengan dua sisi mata uang. Di satu sisi, ini kesempatan emas. Untuk membuktikan seorang profesional berintegritas bisa memperbaiki kebocoran sistem. Dari dalam.
Di sisi lain, saya khawatir. Apakah sistem yang sama. Yang dulu ditinggalkannya. Justru akan menumpulkan ketajamannya?
Sisi Terang vs Sisi Gelap
Setelah membaca artikel "Profil Novel Baswedan, Eks Penyidik KPK yang Jadi Wakil Kepala Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara" di Kompas.com, saya mencoba memetakan dua sisi mata uang ini. Di benak saya, beginilah bentuknya:
- Sisi Terang (Harapan): Keahlian yang tak ternilai.
Artikel ini mengingatkan saya pada rekam jejak Novel menangani kasus besar. Seperti simulator SIM. Menempatkan orang yang paham betul cara kerja korupsi di pos penerimaan negara adalah langkah logis.
Novel tahu di mana celah-celah kebocoran itu ada. Dan bagaimana cara menambalnya. Bukan sekadar tahu teori korupsi. Tapi juga soal pengalaman lapangan yang berharga dalam penyelamatan uang negara.
- Sisi Gelap (Risiko): Hantu masa lalu bernama intervensi.
Alasan utama Novel keluar dari Polri. Adalah menjaga independensi dari atasan. Pertanyaan saya sederhana. Apa sekarang berbeda? Risiko ruang geraknya akan dibatasi secara halus oleh struktur komando yang sama, sangat nyata.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!