Dinamika di balik pembatalan diskon listrik 50%. Memahami keputusan publik melalui lensa politik birokrasi dan dampaknya pada kepercayaan kita.
Di balik pintu ruang rapat kementerian yang tertutup. Sebuah keputusan krusial lahir tiba-tiba: diskon listrik 50% untuk Juni-Juli 2025 dibatalkan.Â
Publik diberi alasan keterlambatan penganggaran dari Kementerian Keuangan. Namun minimnya keterlibatan Kementerian ESDM menyisakan tanya besar di benak saya. Mungkin juga di benak jutaan masyarakat lain.Â
Apa ini sekadar masalah teknis biasa? Atau ada tawar-menawar kepentingan yang tak kasat mata? Kapan koordinasi antar lembaga ini benar jadi budaya kerja?
Teori Politik Birokrasi Menjelaskan
Terdapat konsep Teori Politik Birokrasi. Graham Allison, dalam Essence of Decision mengupas hal ini.Â
Modelnya melihat keputusan kebijakan sebagai hasil politik dari proses tawar-menawar antara berbagai aktor pemerintah dengan kepentingan yang berbeda-beda (Atlas101.ca).Â
Lebih lanjut, keputusan itu muncul dari proses yang mirip permainan kompetitif (Oxford Research Encyclopedia). Di mana para pemain dengan preferensi berbeda saling beradu argumen, bersaing, dan bernegosiasi.
Ada satu adagium menarik yang sering dikaitkan dengan model ini. Where you stand depends on where you sit. Dikenal sebagai Hukum Miles.Â
Sederhananya, posisi atau pandangan seorang pejabat itu sangat dipengaruhi oleh kursi atau jabatan yang didudukinya (Taylor & Francis).Â
Wajar jika Menteri Keuangan akan berfokus pada aspek anggaran dan fiskal. Sementara Menteri ESDM tentu lebih memikirkan aspek teknis implementasi kebijakan energi. Serta ketersediaannya bagi masyarakat.Â