Maka ketika pakaian adat dipakai dalam ruang publik seperti upacara nasional, hal ini jadi pernyataan kolektif tentang siapa kita, dari mana kita berasal, dan apa yang kita junjung bersama.
Ritual Mengikat Solidaritas
Apa yang membuat upacara dengan pakaian adat terasa begitu menyentuh dan menghidupkan semangat kebangsaan?Â
Di sinilah teori Emile Durkheim tentang ritual dan simbol kolektif menjadi relevan.Â
Durkheim dalam kerangka Fungsionalisme Struktural menyebut bahwa praktik bersama seperti ritual komunal bisa menciptakan collective effervescence. Yakni energi sosial yang memperkuat kesadaran dan solidaritas antarindividu dalam masyarakat.
Melalui penggunaan simbol budaya seperti pakaian adat, peserta upacara Hari Kebangkitan Nasional tidak sekadar hadir secara fisik, tapi juga secara emosional dan spiritual dalam komunitas imajiner bernama Indonesia.Â
Hal ini diperkuat oleh temuan dalam jurnal Transformasi Makna Ritual dalam Masyarakat Modern (2024), yang menjelaskan bahwa praktik budaya memiliki fungsi mendalam dalam menginternalisasi nilai-nilai kolektif dan memperkuat identitas sosial masyarakat.
Tradisi Memupuk Persatuan
Ritual budaya semacam ini bukan hanya simbolik, tapi juga punya dampak nyata dalam memperkuat kohesi sosial.Â
Kajian dalam jurnal Tradisi Gawai sebagai Pendorong Kohesi Sosial (2023) menunjukkan bahwa tradisi masyarakat Dayak seperti Gawai mampu mendorong solidaritas komunitas melalui nilai kebersamaan dan gotong royong yang terkandung di dalamnya.Â
Demikian pula dalam studi Ka Todo sebagai Sarana Kohesi Sosial (2024) di NTT, pakaian adat dan praktik budaya terbukti efektif dalam memperkuat jaringan sosial dan kesadaran kolektif.
Dalam konteks kepercayaan lokal, tradisi potong tumpeng yang diteliti oleh Mahanani dalam Kontribusi Tradisi Kepercayaan Lokal dalam Kohesi Sosial Masyarakat (2023) juga menunjukkan bahwa elemen budaya mampu mempertemukan individu dari berbagai latar belakang dalam semangat harmoni.Â
Temuan dari Kementerian Agama (2025) mendukung hal ini dengan menyatakan bahwa pendekatan berbasis budaya, termasuk halalbihalal dan berbagai tradisi adat lainnya, berperan sebagai pengikat keharmonisan dalam masyarakat yang plural.