Indonesia menghadapi tantangan besar menuju swasembada energi, dengan fokus pada pengurangan impor BBM dan biodiesel.
Indonesia wajib memiliki ketahanan energi. Menimbang statusnya sebagai pemilik ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Juga sebagai negara kategori berkembang.Â
Ini untuk mendukung masa depan yang stabil. Salah satu visi Presiden Prabowo Subianto adalah swasembada energi. Tujuannya mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar minyak (BBM).Â
Untuk mencapainya, Indonesia menghadapi banyak tantangan besar. Solusi nyata diperlukan, bukan sekadar ambisi. Mari kita lihat hambatan terbesar menuju kemandirian energi.
Ketergantungan pada Impor BBM yang Masih Tinggi
Indonesia masih sangat bergantung pada impor BBM. Pada 2023, Indonesia mengimpor sekitar 132,39 juta barel BBM. Angka impor ini terus fluktuatif setiap tahunnya.Â
Ketergantungan pada BBM impor menguras devisa negara. Dana seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Ketergantungan ini juga mempengaruhi stabilitas ekonomi.Â
Harga BBM dunia yang sangat volatile mempengaruhi ekonomi (Tirto.id).
Meski ada penurunan impor pada 2024, ketergantungan ini tetap menjadi masalah struktural. Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah, tetapi terus mengimpor energi yang vital.
Penurunan Produksi Minyak Domestik
Produksi minyak domestik Indonesia menurun tajam. Pada 2004, Indonesia mampu menghasilkan sekitar 1,1 juta barel per hari. Kini produksi tersebut hanya sekitar 600 hingga 700 ribu barel per hari.Â
Target produksi 1 juta barel per hari belum tercapai. Penurunan produksi memperburuk ketergantungan pada impor minyak mentah (Kementerian ESDM).