Mereka menjadi teladan bagi jemaah lain.
Adaptasi dan Pembekalan dari Tanah Air
Ketertiban jemaah haji Indonesia tidak hanya berasal dari pemahaman agama.Â
Salah satu kuncinya adalah pembinaan yang dilakukan Kementerian Agama (Kemenag) sebelum keberangkatan. Jemaah Indonesia tidak hanya diajarkan cara beribadah haji, tetapi juga tentang budaya lokal Arab Saudi yang berbeda.
Di Arab Saudi, ada norma sosial yang ketat. Misalnya, jemaah diajarkan untuk tidak memakai daster di hotel atau tidak bersendawa di ruang publik.Â
Meski terdengar sepele, hal ini penting untuk menunjukkan rasa hormat terhadap budaya setempat. Pelatihan ini mengurangi potensi konflik karena perbedaan budaya.
Dengan pemahaman ini, jemaah Indonesia bisa mengendalikan diri dan menghindari perilaku yang dianggap tidak sopan atau melanggar aturan. Semua itu berkat persiapan matang dan pembinaan sebelum keberangkatan.Â
Hasilnya, jemaah Indonesia mampu menjaga ketertiban, baik untuk diri mereka sendiri maupun kenyamanan jemaah lain.
Sistem yang Humanis Kunci Disiplin di Tanah Suci
Selain pembekalan budaya, cara pengelolaan haji yang rapi dan manusiawi juga berperan besar menciptakan ketertiban di Tanah Suci. Tujuan sistem ini bukan cuma mengatur jumlah jemaah yang sangat banyak. Tapi juga memastikan mereka merasa dihargai. Â
Dalam artikel Haji yang Humanis (2025), dijelaskan bahwa kenyamanan dan keselamatan jemaah jadi prioritas utama pengelolaan haji Indonesia.Â
Contohnya, jemaah dibagi dalam kelompok yang jelas. Mereka juga didampingi petugas haji dan mendapat layanan yang transparan. Â
Jemaah bisa fokus ibadah. Mereka tak pusing lagi soal teknis atau hal-hal administratif yang bikin stres. Â