Emas bersinar di tengah rupiah lesu dan saham melemah. Investasi aman saat ekonomi goyah, bagaimana strategi terbaik?
Ada ungkapan, "Kalau ekonomi goyah, pegang emas aja!"? Dari zaman nenek, sampai sekarang. Emas selalu dianggap sebagai aset paling aman. Tapi apa benar sekarang saat yang tepat untuk beralih ke emas?
Minggu ini, harga emas di Indonesia melonjak. Di sisi lain pasar saham justru melemah. Fenomena ini bikin orang bertanya-tanya. Haruskah kita mulai mengalihkan dana investasi ke emas?
Apa yang Sebenarnya Terjadi? Â
Harga emas di Indonesia naik tajam dalam sepekan terakhir. Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru melemah. Menurut Tirto.id, dua faktor utama yang mempengaruhi tren ini adalah: Â
1. Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS.Â
Nilai tukar rupiah terus melemah hingga Rp 16.531 per dolar AS. Penyebabnya? Secara global, kebijakan ekonomi Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump memicu sentimen negatif di pasar global. Akibatnya, investor mulai mencari aset yang lebih stabil. Dan emas menjadi pilihan utama. Â
2. Ketidakpastian Ekonomi Global Â
Menurut Kompas.id, ketidakpastian ekonomi terjadi akibat inflasi global. Dan ketegangan geopolitik membuat investor lebih berhati-hati. Ketika kondisi seperti ini terjadi, orang-orang cenderung mengalihkan investasi mereka dari saham yang fluktuatif ke emas yang lebih stabil. Â
Di pasar domestik, peningkatan harga emas juga terlihat dari tingginya permintaan di Butik Emas LM Grahadipta Jakarta dan Galeri 24 Pegadaian. PT Aneka Tambang Tbk (Antam) bahkan melaporkan kenaikan pembelian emas yang signifikan dalam beberapa minggu terakhir (Tirto.id). Â
Mengapa Emas Kembali Jadi Primadona? Â
Tidak semua orang suka investasi emas. Tapi kenapa sekarang emas jadi buruan? Â
1. Emas Adalah Safe Haven di Tengah Gejolak Ekonomi Â
Istilah safe haven artinya tempat perlindungan. Di saat ekonomi tidak menentu, emas menjadi tempat berlindung bagi investor.
Menurut Treasury.id, harga emas global tahun ini diperkirakan mencapai US$ 2.850–3.000 per ons. Bank sentral di berbagai negara juga mulai meningkatkan cadangan emas mereka sebagai langkah antisipasi terhadap ketidakpastian ekonomi. Â
Singkatnya, emas tak sekadar logam mulia. Emas adalah penyelamat ketika pasar sedang kacau. Â
2. Pelemahan Rupiah Membuat Harga Emas Domestik MelonjakÂ
Di Indonesia, kenaikan harga emas sangat dipengaruhi oleh rupiah yang terus melemah. Â
Saat rupiah melemah, harga emas otomatis naik karena emas diperdagangkan dalam dolar AS. Jadi, makin tinggi nilai dolar, makin mahal harga emas di Indonesia. Ini bukan kali pertama terjadi. Fenomena serupa pernah terjadi pada 2020 saat pandemi Covid-19 melanda (Kompas.id). Â
3. Investor Ritel Mulai Melirik Emas
Biasanya, investasi emas lebih didominasi oleh institusi besar. Tapi sekarang, makin banyak investor ritel alias masyarakat biasa yang tertarik membeli emas sebagai cara mengamankan aset mereka. Â
Menurut Tirto.id, Pegadaian dan Antam mencatat peningkatan signifikan dalam jumlah pembelian emas ritel sejak awal tahun. Ini menunjukkan bahwa bukan hanya investor besar yang melihat peluang di emas. Tapi juga masyarakat umum yang ingin menjaga nilai kekayaan mereka. Â
Bagaimana Strategi Investasi yang Aman? Â
Jadi, kalau emas sedang naik daun, apakah kita harus langsung all-in ke emas? Belum tentu. Â
Dalam dunia investasi, ada satu prinsip yang tidak boleh dilupakan. DIVERSIFIKASI. Jangan taruh semua uang di satu keranjang. Berikut adalah strategi yang bisa kamu pertimbangkan: Â
1. Kombinasi Emas dan Obligasi Â
Menurut Singa.id, kombinasi emas dan obligasi adalah strategi yang banyak digunakan oleh investor di masa ketidakpastian ekonomi.Â
- Emas: Memberikan perlindungan dari inflasi dan ketidakpastian global. Â
- Obligasi: Menawarkan pendapatan tetap yang stabil. Terutama obligasi pemerintah atau korporasi dengan peringkat tinggi. Â
Bagi pemula, obligasi ritel seperti ORI (Obligasi Ritel Indonesia) atau Sukuk Ritel bisa menjadi pilihan. Karena dijamin oleh pemerintah dan memberikan imbal hasil tetap setiap bulan. Â
2. Saham 'Receh' Bisa Jadi OpsiÂ
Meski pasar saham sedang melemah. Bukan berarti kita harus meninggalkannya sepenuhnya. Ada cara cerdas untuk tetap berinvestasi di saham. Dengan melirik saham ‘receh’ berpotensi. Â
Menurut pengamat pasar modal Ibrahim Assuaibi (Tirto.id), saham berkapitalisasi kecil dengan fundamental yang kuat bisa menjadi peluang investasi jangka panjang. Meski saat ini masih undervalued. Saham-saham ini bisa naik drastis ketika ekonomi mulai pulih.Â
3. Jangan Tergoda Tren, Pahami Risiko Â
Investasi bukan sekadar ikut-ikutan tren. Jika kamu ingin masuk ke emas, saham, atau obligasi. Pastikan kamu memahami risiko masing-masing.Â
- Emas: Stabil, tapi tidak memberikan imbal hasil seperti dividen atau bunga. Â
- Saham: Bisa memberikan keuntungan besar, tapi fluktuatif. Â
- Obligasi: Stabil, tapi keuntungannya terbatas. Â
Dengan memahami karakteristik tiap aset, kamu bisa membuat keputusan investasi yang lebih bijak. Â
Kesimpulan Â
Melihat kondisi pasar saat ini. Emas memang pilihan yang aman dibanding saham. Namun, bukan berarti kita harus mengalokasikan semua dana ke emas. Diversifikasi tetap kunci utama. Â
Kombinasi emas, obligasi, dan saham bisa jadi strategi yang lebih bijak. Emas memberikan perlindungan dari inflasi. Obligasi memberikan pendapatan tetap. Dan saham tetap bisa menjadi pilihan untuk pertumbuhan jangka panjang. Â
Jadi, kalau kamu ingin berinvestasi di tengah gejolak ekonomi ini, jangan hanya ikut tren. Pahami risikonya. Pilih strategi yang sesuai. Dan yang paling penting. Tetap berpikir jangka panjang.