Mohon tunggu...
Aidatul Adawiyah
Aidatul Adawiyah Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA

Berbagi untuk sesama

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Hubungan Otak dengan Bahasa dalam Broca Area dan Wernicke Area

1 Maret 2021   21:56 Diperbarui: 1 Maret 2021   22:11 2362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Kaitan hubungan bahasa dengan otak dikaji menggunakan ilmu Neurolinguistik? Ilmu Neurolinguistik ini merupakan satu sains baru dengan kombinasi antara ilmu Kedokteran yang mengkaji sistem syaraf dan penyakit yang berhubungan dengan syaraf, dengan ilmu Linguistik yang mengkaji bahasa secara ilmiah. Menurut Simanjuntak (1990: 21) Neurolinguistik sebagai sains baru yang mengkaji struktur dalam bahasa dan ucapan dan mekanisme serebrum (struktur otak) yang mendasarinya.
Agar kita tahu bagaimana hubungan antara bahasa dengan otak, kita akan membahas tentang bahasa terlebih dahulu.

Bahasa ialah satu sistem kognitif manusia yang unik yang dapat dimanipulasi oleh manusia untuk menghasilkan sejumlah kalimat bahasa linguistik yang tidak terbatas jumlahnya berdasarkan unsur-unsur yang terbatas untuk dipakai oleh manusia sebagai alat berkomunikasi dan mengakumulasi ilmu pengetahuan. (Simanjuntak, 2008: 17).

Bahasa juga merupakan alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi. (Chaer Abdul, 2002: 30).

Bahasa juga dikaitkan dalam teori Competence dan Performance. Menurut Chomsky dalam (Mar'at Samsunuwiyati, 2005: 18) bahwa orang yang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya pasti telah mengerti struktur bahasanya sehingga dia paham dan dapat membuat kreasi pada bahasanya atau membuat kalimat baru yang tak terbatas jumlahnya. Sehingga, Competence adalah pengetahuan intuitif yang dimiliki setiap individu mengenai bahasa ibunya (native language). Intuisi ini tidak muncul dengan sendirinya melainkan dikembangkan pada anak yang sejalan dengan pertumbuhannya. Sedangkan Performance merupakan hasil dari competence.

Demikian penjelasan tentang bahasa, selanjutnya kita akan membahas tentang hubungan antara bahasa dengan otak.

Menurut Whitaker, dalam (Cahyono, Bambang Yudi, 1995: 258) menentukan daerah pada otak yang ada hubungannya dengan bahasa didasari dari tiga bukti utama.

  • Bukti pertama, yakni unsur keterampilan berbahasa tidak menempati bagian dalam otak.
  • Bukti kedua, yakni bahasa semua orang menempati daerah yang sama dalam otak.
  • Bukti ketiga, yakni terdapat hubungan antara kemampuan bahasa dengan belahan otak.

Sistem otak manusia terbagi menjadi tiga bagian, yakni (1) otak besar (serebrum), (2) otak kecil (serebelum), dan (3) batang otak. Kira-kira bagian otak mana yang paling penting dalam kegiatan berbahasa ? yups, yakni Otak Besar. Ternyata, di dalam bagian otak besar terdapat bagian yang terlibat secara langsung lhoo dalam pemprosesan bahasa, ada yang tahu enggak ya ? jawabannya, Korteks Serebral. Bagaimana wujud atau bentuk dari korteks serebral itu? Bentuknya seperti gumpalan-gumpalan yang berwarna putih yang merupakan bagian terbesar dalam sistem otak manusia. Korteks ini memiliki dua bagian, yaitu belahan otak kiri (hemisfer kiri) dan belahan otak kanan (hemisfer kanan). Setiap bagian memiliki fungsi masing-masing, pertama pada hemisfer kanan, ia bertugas mengontrol informasi spasial dan visual, kedua hemisfer kiri, ia bertugas mengontrol kegiatan berbahasa pada proses kognitif yang lain.

Penemuan -- penemuan Ahli Bedah Otak.

Pada tahun 1861, terdapat Ahli Bedah asal Perancis bernama Paul Broca. Ia mulai mengkaji hubungan antara afasia dengan otak. Ia melanjutkan kajian yang pernah dilakukan oleh Marc Dax pada 1836, tepat dua puluh lima tahun yang lalu. Afasia (aphasia) adalah defisit yang dihasilkan oleh kerusakan otak terhadap kemapuan menghasilkan atau memahami bahasa.

Ada dua pasien Broca yang memiliki lesi hemisfer kiri yang melibatkan sebuah daerah di korteks frontal, yang berada tepat di depan daerah wajah korteks motorik primer. Pada awalnya Broca tidak menyadari bahwa adanya hubungan antara afasia dan sisi kerusakan otak; pada 1864, Broca pernah melakukan pemeriksaan posmortem terhadap tujuh pasien yang mengalami afaksia juga dan ia terperangah saat mengetahui kenyataan bahwa, sama seperti dua pasien yang awal, jika mereka semua memiliki kerusakan yang sama pada korteks prefrontal inferior hemisfer kirinya yang kemudian di kenal sebagai Broca's Area.

Dampak dari bukti-bukti bahwa hemisfer kiri memainkan peran khusus dalam bahasa dan gerakan yang disengaja telah memunculkan konsep dominansi serebral. Pada konsep ini, salah satu hemisfer tepatnya bagian kiri dapat menjalankan peran dominan dalam mengontrol proses perilaku dan kognitif yang kompleks. Konsep ini menghasilkan penyebutan hemisfer kiri sebagai hemisfer dominan dan hemisfer kanan sebagai hemisfer minor.

Sedangkan untuk Wernicke area, ditemukan oleh Carl Wernicke, seorang dokter asal Jerman pada 1874. Ia menemukan kerusakan pada lobus temporal kiri yang mengakibatkan gangguan dalam memahami ujaran yang disampaikan oleh orang lain. Lobus temporal kiri dapat disebut dengan Wernicke's Area.

Tes -- tes Lateralisasi Serebral

Di awal penelitian tentang lateralisasi fungsi serebral untuk membandingkan efek-efek pada lesi hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Ada tiga teknik yang digunakan dalam penelitian ini.

  • Tes Sodium Amital
  • Tes ini untuk lateralisasi bahasa (Wada, 1949) yang sering diberikan pada pasien sebelum menjalani operasi bedah saraf. Tes sodium amital melibatkan suntikan sejumlah kecil sodium amital ke dalam arteri karotid di salah satu sisi leher.
  • Tes Pendengaran Dikotik 
  • Tes ini bersifat non-invasif; tes ini dapat diadministrasikan pada subjek-subjek sehat. Mengapa telinga lebih unggul pada tes pendengaran dikotik mengindikasikan spesialisasi bahasa dari hemisfer kontralateralnya? Kimura berpendapat bahwa meskipun suara-suara dari masing-masing telinga diproyeksikan ke kedua hemisfer, tetapi koneksi kontralateralnya lebih kuat dan mendahului ketika dua suara yang berbeda berlomba secara simultan utuk mendapatkan akses ke pusat-pusat auditorik kortikal yang sama.
  • Pencitraan Otak Fungsional 
  • Selama subjek terlibat kegiatan tertentu, seperti membaca, aktivitas otak dimonitor oleh positron emission tomography (PET) atau functional magnetic resonance imaging (fMRI). Pada tes-tes bahasa, teknik-teknik pencitraan otak fungsional menemukan aktivitas yang jauh lebih besar di hemisfer kiri daripada di hemisfer kanan (lihat Martin, 2003).

Penyakit Afasia

Terjadinya kerusakan pada hemisfer kiri akan menimbulkan gangguan wicara atau bicara yang dinamakan Afasia. Penderita penyakit ini dapat dibedakan atas :

  • Afasia Broca, yakni gangguan pada daerah area broca yang mengakibatkan seseorang tidak dapat berbicara.
  • Afasia Wernicke, yakni gangguan pada daerah area wernicke yang mengakibatkan seseorang tidak dapat memahami apa yang disampaikan oleh lawan bicaranya.
  • Afasia Konduksi, yakni kerusakan pada fasikulus busur yang membuat pasien tidak dapat mengulangi kalimat yang ia dengar.

Demikian informasi singkat tentang Broca's area dan Wernicke area, serta kaitan otak terhadap bahasa. Semoga membantu kawan-kawan untuk memahami betapa pentingnya otak. Jangan lupa untuk tetap menjaga otak di masa pandemi, jauhi stres walau banyak tugas, jika mendapat efek berlebih segeralah untuk mencari hiburan atau segeralah datang ke dokter untuk mendapat penangan yang tepat :)

Salam Mahasiswa !!! :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun