Majalengka, Grib.co.id - Aksi besar pada Agustus lalu, yang dipantik oleh tunjangan gaji dan gaya hidup hedonis DPR RI di tengah ketimpangan sosial ekonomi rakyat, seharusnya menjadi alarm keras bagi seluruh lembaga legislatif di Indonesia, termasuk DPRD Majalengka.Â
Gelombang kritik publik itu menunjukkan bahwa rakyat sudah muak melihat wakilnya sibuk dengan fasilitas dan kenyamanan, sementara beban hidup masyarakat makin berat. Sayangnya, DPRD Majalengka tampak tidak belajar dari peristiwa tersebut.
Di tingkat lokal, DPRD Majalengka masih memperlihatkan wajah yang sama fungsi legislasi yang tumpul dan minim substansi.Â
Kekecewaan publik makin dalam ketika DPRD Majalengka justru sibuk menggelar rapat di hotel Cirebon. Praktik ini menampar akal sehat. Apakah Majalengka benar-benar miskin fasilitas rapat? Bukankah lebih logis bila kegiatan itu dilaksanakan di daerah sendiri, sehingga anggaran bisa lebih efisien dan ekonomi lokal ikut bergerak?Â
Faktanya, uang rakyat Majalengka justru kerap dihabiskan di luar daerah, dengan alasan yang sulit diterima.
Dalam audiensi dengan Sekretariat DPRD Majalengka, kami menyampaikan tuntutan secara terbuka dan tegas.Â
Kami menegaskan bahwa pola rapat keluar daerah harus segera dihentikan, dan DPRD harus kembali menunaikan tugas utamanya yaitu melahirkan produk legislasi yang berpihak pada rakyat, bukan sekadar menghabiskan anggaran untuk perjalanan dan formalitas.
Hasilnya, Sekretaris DPRD Majalengka menerima tuntutan kami dan berkomitmen untuk tidak lagi menggelar rapat di hotel, apalagi di luar wilayah Majalengka. Ini adalah langkah awal yang penting dalam menegakkan efisiensi anggaran.
Kami menegaskan bahwa komitmen ini harus diwujudkan, bukan hanya dijadikan janji. DPRD Majalengka tidak boleh mengulang kesalahan DPR RI yang memicu gelombang perlawanan rakyat.Â
Jika gaya boros dan minim karya terus dipertahankan, maka ketidakpercayaan publik terhadap DPRD Majalengka hanya tinggal menunggu waktu untuk meledak.