Mohon tunggu...
Ahonk bae
Ahonk bae Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Untuk Perdaban

Membaca, Bertanya & Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mitos Saat Hamil, Sulitnya Menjadi Agnostik di Hadapan 'Pamali'

1 Juni 2023   01:32 Diperbarui: 1 Juni 2023   01:34 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri, Tempat untuk prosesi siraman

Dalam konstruksi kebudayaan yang sudah begitu lekat di telinga masyarakat mengenai sebuah mitos dengan mitologi-mitologi yang menyertainya.Tidak serta-merta hal ini menjadi sesuatu yang begitu menarik ditengah-tengah arus modernitas yang kian tak terbendung dan sudah barangtentu hal ini ditengarai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi alias iptek meskipun mitos dan logos ialah sebuah kelengkapan.

Namun meski begitu iptek belum mampu membendung mitos-mitos yang subur ditengah paradigma masyarakat, terlebih dalam kultur Jawa yang sarat dengan diksi 'pamali' seolah menjadi senjata ampuh dalam membombardir pikiran yang telah ajeg oleh pesatnya peradaban zaman

Setelah berulang kali terjadi melalui pengalaman seseorang atau empiris maupun dengan metode atavistik atau semacamnya telah menjadikan sebuah mitos itu subur dan terus diproduksi dari generasi ke generasi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya bahwa kita adalah anak dari sebuah kebudayaan.

Sebagaimana mitos-mitos ibu hamil berikut ini. Pertama, tidak boleh keluar rumah malam hari. Kedua, dilarang membunuh binatang. Ketiga, ibu hamil saat gerhana tidak boleh keluar rumah. Kemudian harus membawa gunting, benda tajam atau senjata. Belum lagi bagi laki-laki atau suami yang juga memiliki 'tekanan' yang kurang lebih sama dengan istrinya, seperti tidak boleh memancing, tidak boleh membunuh bintang, tidak diperkenankan menggantungkan handuk di leher dan masih banyak lagi yang hal-hal itu selalu di korelasikan dengan dunia mistis ataupun prediksi atas seorang anak saat lahirnya.

Hal di atas merupakan hal yang begitu lumrah di tengah masyarakat Jawa, sehingga tidak sedikit perempuan atau ibu hamil mengalami stres karenanya, baik tekanan lingkungan maupun keluarga dikarenakan mitos yang terasa membelenggu tersebut

Lantas bagaimana benang merah dari mitos tersebut atau dengan cara apa menyikapi sebuah mitos yang sudah menjadi mata rantai tersebut?. Sebagai sebuah alternatif jika bukan solusi atas suatu perasaan yang gundah dengan adanya kungkungan yang sifatnya 'sedikit' menekan itu?. Sebagaimana dalam bagi masyarakat religius fundamental yang tidak mempedulikan mitos dan maka 'kutukan' bisa dilepaskan dengan tanpa kompromi

Penulis pernah membaca statemen dari Karen Armstrong dalam A Short History of Myth menyampaikan hal-ikhwal yang berkaitan dengan mitos tersebut, bahwa katanya "anjing, sejauh yang kita tahu, tidak menderita tentang kondisi anjing, khawatir tentang penderitaan anjing di belahan dunia lain, atau mencoba melihat kehidupan mereka dari sudut pandang yang berbeda. Tapi manusia mudah jatuh ke dalam keputusasaan.."

Seperti halnya bahwa mitos yang tiada pernah dilepaskan dari ritus-ritus yang dirasa tidak logis sama sekali sehingga hal itu yang dipersepsikan sebagai sesuatu yang sakral sama sekali dengan pemaknaan yang sarat belenggu bagi si pelaku

Kemudian bagaimana sebuah mitos yang paling kuat ialah mengenai ekstremitas, sederhananya, mereka memaksa kita untuk melampaui pengalaman kita. Ada saat-saat ketika kita semua, dengan satu atau lain cara, harus pergi ke tempat yang belum pernah kita lihat, dan melakukan apa yang belum pernah kita lakukan sebelumnya. Mitos adalah tentang yang tidak diketahui; ini tentang apa yang awalnya kita tidak punya kata-kata. Mitos karena itu melihat ke dalam hati keheningan yang besar. Keempat, mitos bukanlah cerita yang diceritakan untuk dirinya sendiri. Ini menunjukkan kepada kita bagaimana kita harus bersikap dalam menghadapinya, sebelum akhirnya melawan dan tak berdaya di hadapannya

Seperti menjadi dualis di tengah masyarakat religius namun tidak menafikan mitos dengan sama sekali dan dengan berjalannya hal tersebut tidak jarang memunculkan skeptis juga asumsi yang kadang berlebih. Meskipun mitos-mitos yang disampaikan oleh generasi sebelum saat ini kadang 'mendiskreditkan' paradigma kepercayaan atas logos yang terbangun akan tetapi memiliki nilai positif atau kebijaksanaan yang juga terkandung dalam agama, sehingga antara logos dan mitos yang seringkali menjadi momok dalam kebudayaan masyarakat Jawa namun juga terdapat nilai yang tidak bisa dinafikan sama sekali jika dibenturkan dengan kata kebaikan bersama.

Sehingga pada akhirnya mitos terus dipelihara dengan tujuan sebagai 'rem' dalam kehidupan masyarakat Jawa agar lebih memaknai serta menghormati apa yang orang terdahulu sampaikan dan bukan sama sekali tentang kutukan sebagaimana konsekuensi atas 'pamali'.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun