Mohon tunggu...
Ahonk bae
Ahonk bae Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Untuk Perdaban

Membaca, Bertanya & Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Cara Kiai Husein Merayakan Isra Mikraj

10 Maret 2021   23:22 Diperbarui: 10 Maret 2021   23:36 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kiai Husein membacakan kitab kuning di depan santri

Momen Isra - Mi'raj yang dalam hal ini terlepas dari perdebatan yang tak akan selesai mengenai apakah Isra' dan Mi'raj tersebut secara fisik dan ruh ataukah hanya ruh saja. Pesisnya peristiwa ini disambut seluruh kaum muslimin dunia dan diperingati setiap tahun dengan beragam cara. 

Seperti di Turki misalnya, malam Mi'raj diperlakukan sama dengan malam kelahiran Nabi. Masjid-masjid dipenuhi dengan lampu-lampu yang dibungkus ornamen-ornamen kaligrafis yang indah saat dinyalakan, malam menjadi terang benderang. 

Anak-anak yang lahir malam itu seakan-akan memperoleh berkah. Mereka diberi nama Mi'raj al Din, Mi'raj Muhammad dan lain-lain.

Di Kashmir, India, Isra'-Mi'raj disambut dengan nyanyian rakyat (folklor) yang berisi ucapan selamat datang dan penghormatan kepada Nabi yang selalu dirindui:

Para Malaikat menyambutmu:

"Selamat Datang"

Para penghuni sorga juga menyambutmu;

"Selamat Datang, seratus kali selamat Datang!"

Secara universal para penghuni bumi menyambutnya dengan menyelenggarakan perayaan yang meriah. Seperti halnya Maulid, dalam memperingati Isra'-Mi'raj mereka juga menghadirkan ulama dan penceramah untuk berbicara dan menjelaskan tentang peristiwa Isra'-Mi'raj ditambah dengan kejadian-kejadian yang menyertainya. 

Sementara para penyair dan para sufi juga menyambut sang pujaan dengan menggubah puisi-puisi indah. Salah seorang mistikus dan sufi besar dari Persia: Farid al-Din Attar, melantunkan gubahan puisi yang memesona sekaligus menggetarkan hati:

Pada malam hari datanglah Jibril

Dan dengan suka cita ia berseru:

"Bangunlah, Duhai pemimpin dunia!

Tinggalkan tempat gelap ini

dan pergilah kini

Ke Kerajaan Abadi Tuhan

Langkahkanlah kakimu menuju

'di mana tiada tempat'

Dan ketuklah pintu tempat suci itu

Dunia bersuka cita karena engkau

Kemudian dalam tradisi masyarakat muslim Indonesia, Isra'-Mi'raj seperti pada umumnya disambut dengan suka-cita, derajatnya seperti hari-hari besar Islam yang lain, meski tak sekolosal ataupun semeriah peringatan Maulid. 

Setiap tanggal 27 Rajab kaum muslim, terutama kalangan Nahdlatul Ulama, membaca Barzanji, dan nyanyian-nyanyian yang berisikan sanjungan kepada Nabi yang Agung ini, di samping terdapat pula acara-acara yang lain. 

Peristiwa ini juga diperingati di masjid-masjid dan pondok-pondok pesantren dan di kantor-kantor bahkan di istana negara, saban tahunnya.

Di lain pihak, ada sebagian kaum muslimin, para pengikut Salafi dan Wahabi, menganggap Peringatan Isra'-Mi'raj, sebagaimana juga dalam kasus Peringatan Maulid Nabi, sebagai perbuatan "Bid'ah", kesesatan atau penyimpangan dalam agama, dan pelakunya masuk neraka. 

Ini karena menurut mereka tata cara atau praktik tersebut tidak pernah dilakukan oleh Nabi. Maka di Saudi Arabia, negara yang menganut paham keagamaan ala Wahabi ini, tak mungkin ada keramaian spiritual dalam merayakan Peristiwa Isra' dan Mi'raj seperti di tempat lain, terutama di Indonesia.

Tidak sedikit komentar mengenai sikap atau pandangan Salafi-Wahabi ini: "Itu adalah pandangan keagamaan yang sangat dangkal, kering, dan pikiran yang tidak pernah tersentuh oleh pendekatan keagamaan yang cerdas. 

Ini adalah cara pandang tekstual, rigid, beku, kasar, tak tersentuh pengetahuan dan keindahan sastra. Bukan hanya kedangkalan pikiran, pandangan itu malahan menciptakan kemunduran peradaban berpuluh abad."

Logikanya, tak setiap hal yang tidak ada pada masa nabi, berarti harus tak boleh ada pada masa yang lain. Ditambah hal itu tak terhitung jumlahnya, peristiwa dalam kehidupan manusia pasca Nabi yang tak ada contoh tekstualitasnya dari Nabi. 

Apa yang kita hadapi dan jalani hari ini dan seterusnya tak ada pada masa Nabi. Adalah tak mungkin jika Nabi harus mengatakan segala hal tentang kehidupan manusia pada segala zaman dan di segala tempat.

Hal ini semata-mata demi mengingat dan mencintai Tuhan, mencintai dan mengikuti jejak langkah Nabi adalah sesuatu yang esensial dalam agama. 

Adapun cara, jalan, bentuk, bungkus dan mekanisme mencintai adalah kreasi yang profan, terserah kita mau membuat atau menciptakannya, seperti apa, dengan model bagaimana, dan seterusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun