Mohon tunggu...
Ahonk bae
Ahonk bae Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Untuk Perdaban

Membaca, Bertanya & Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bendera dan Petani Indramayu

9 November 2018   11:40 Diperbarui: 10 November 2018   22:42 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kurun waktu belakang, begitu banyak persoalan yang menyangkut sebuah simbol, simbol yang memiliki nilai sakral, dalam hal ini adalah bendera. Baik bendera yang di bakar pada Hari Santri Nasional maupun insiden pembalikkan bendera yang di alamatkan pada buruh tani desa Mekarsari Indramayu. 

Dalam kaitannya simbol merupakan sebuah identitas atas sebuah golongan bahkan sebuah bangsa, sehingga jika terjadi dengan simbol tersebut maka satu atau dua orang yang tersinggung, termasuk provokasi sebagai magnet market dari ketersinggungan tersebut. 

Tuduhan yang di alamatkan kepada pejuang lingkungan tersebut memang bukan hal baru dalam persoalan agraria belakangan ini, deretan nama sudah menjadi korban kriminalisasi atas sebuah penolakan eksploitasi, baik pembukaan tambang maupun pengadaan. Siapa yang melawan maka menjadi tawanan, begitu sekiranya kaidah sosial yang muncul hari ini. 

Penolakan atas PLTU 2 Indramayu memang telah bergulir sejak dua tahun ke belakang, dari rangakaian aksi hingga konsolidasi dengan dinas yang terkait telah di upayakan, terutama dinas lingkungan hidup yang dalam hal ini menjadi titik tumpu atas studi kelayakan AMDAL, dan pada tanggal 24 Oktober kemarin bupati Indramayu mendapatkan penghargaan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), atas apresiasi dari KLHK terkait dengan program kampung iklim karena banyak melakukan pegelolaan sampah, penghijauan, teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, penghematan air, penggunaan pupuk organik, ketahanan pangan, dan pemberdayaan perempuan. 

Memilukan memang. Meski upaya yang dilakukan lagi-lagi belum terlihat qarinah atas respon yang selama ini di berikan, dari sekian dinas tersebut, malah yang terjadi sebaliknya. 

Pada 17 Desember tahun 2017 lalu, buruh tani di tangkap atas tuduhan pemasangan bendera terbalik, merah di bawah dan putih di atas, dan entah bagaimana jadinya semula mereka yang di tahan hanya mendapat status tahanan kota, kini menjadi tersangka, meskipun bukti-bukti yang ada belum bisa menjelaskan tuduhan tersebut, akan tetapi bagaimanapun persoalan agraria adalah persoalan yang di asumsikan sepele, walaupun di Indramayu sendiri saat ini memiliki jargon Lumbung Padi untuk skala Jawa Barat namun enatah bagaimana perlindungan atas petani serta buruhnya yang masih tergolong minim. Hanya berbangga dengan jargon namun minim proteksi untuk pelaku pertaniannya.

Aksi demi aksi yang di lakukan oleh warga yang tergabung dalam Jaringan Tanpa Asap Batu Bara Indramayu (JATAYU) demi membebaskan Sawin, Sukma dan Nanto kerapkali di galakan. 

Dukungan serta solidaritas dari berbagai daerah, bahkan dari Jepang Dan Australia, para aktivis terus menyuarakan pembebasan atas tiga orang tersebut. Meski di lapangan kasus tersebut di biarkan belarut tanpa ada upaya percepatan. 

Mengumpulkan berkas-berkas perkara atau bukti sekalipun tidak sampai berbulan-bulan, semenjak Hari Tani 2018 keyiganya menyandang status tersangka, yang dalam perkara ini warga Mekarari di dampingi oleh LBH serta WALHI yang terus memberikan dukungan penuh atas bebasnya ketiga pejuang lingkungan tersebut. 

Ketiganya di jerat dengan Pasal 24 huruf (a) UU No.24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan menyatakan "Setiap orang dilarang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera. Dengan sanksinya tertuang pad Pasal 66 UU No.24 thn 2009 yang berbunyi "Setiap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) thn atau denda Rp500 juta. 

Memang ketiganya merupakan buruh tani dengan pendidikan yang kurang memadai, namun dalam memasang lambang negara mereka telah paham, berdasarkan empirismenya dan mereka tidak bermaksud menodai atau bahkan merendahkan lambang negara tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun