Mohon tunggu...
Ahmad Nur Ali
Ahmad Nur Ali Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hobi Membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

PKPU Nomor 3 Tahun 2019 Membuka Kesempatan Tindakan Curang

23 Februari 2019   23:00 Diperbarui: 24 Februari 2019   23:28 2843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ah. Nur Ali, Ketua PPS Jepator, Tayu Pati, Jateng, Ilustrasi Pribadi.

Menjelang Pemilu 2019 banyak sekali berita tentang kekhawatiran KPU melakukan kecurangan. Saya sendiri memandang, sangat nekat kalau KPU berani melakukan kecurangan sistemis dalam penyelenggaraan Pemilu. Peserta pemilu demikian banyak, dan suhu politik sedemikian panasnya. Rasanya sangat terlalu berani kalau mau berbuat curang memihak salah satu peserta.

Namun begitu, saya melihat kejanggalan yang cukup berarti dalam PKPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Hal ini bisa jadi hasil breakdown dari PP atau UU. Dari manapun sumbernya, kejanggalan tetap harus diluruskan. Kejanggalan tersebut bisa saja dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk berbuat curang demi kemenangan.

Pada pasal 6 huruf c PKPU Nomor 3 Tahun 2019 disebutkan Pemilik KTP-el atau Penduduk yang tidak terdaftar dalam DPT dan DPTb, namun memenuhi syarat untuk dilayani penggunaan hak pilihnya pada hari dan tanggal Pemungutan Suara, dan didaftarkan dalam DPK yaitu formulir Model A.DPK-KPU. Penjelasan atas pasal ini termaktub dalam pasal 9, yaitu: (1)   Pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT dan DPTb sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan KTP-el kepada KPPS pada saat Pemungutan Suara. (2)        Hak pilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan di TPS yang berada di rukun tetangga/rukun warga atau sebutan lain sesuai dengan alamat yang tertera dalam KTP-el. (3)       Dalam hal di Rukun Tangga (RT)/Rukun Warga (RW) atau sebutan lain Pemilih yang bersangkutan tidak dibuat TPS, Pemilih yang bersangkutan dapat memberikan hak pilih di TPS yang berdekatan yang masih dalam satu wilayah desa/kelurahan atau sebutan lain. (4)           Penggunaan hak pilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan 1 (satu) jam sebelum Pemungutan Suara di TPS selesai. (5) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memilih apabila masih tersedia Surat Suara. Dua pasal tersebut memberi kesempatan kepada siapapun yang bisa memiliki KTP-el untuk memberikan hak pilihnya di TPS.

Terkait dengan dua pasal tersebut, saya mempunyai beberapa ilustrasi terbukanya kesempatan bagi penyelenggara dan atau pihak-pihak tertentu untuk melakukan kecurangan, terlepas sumbut dan tidaknya dibanding biaya yang dibutuhkan. Yang perlu diketahui, dan merupakan dasar dari kajian ini adalah bahwa Pemilu 2019 tidak ada Pantarlih sebagaimana disebutkan dalam PKPU. Yang diberi tugas melakukan penyusunan daftar pemilih adalah anggota PPS Devisi Mutarlih. Dan untuk diketahui pula bahwa PPS melakukan penyusunan daftar pemilih sementara (DPS) berdasarkan data dari KPU berupa DPT terakhir. Misalnya, di Jawa Tenggah, karena tidak lama sebelumnya ada Pemilihan Gubernur tahun 2018, maka bahan dasar yang digunakan untuk menyusun DPS adalah DPT Pilgub 2018.

 

Ilustrasi Tindakan Curang

Jika mau, tindakan curang dapat dilakukan dan tetap legal karena ada payung Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan peraturan yang di-breakdown darinya, dengan dua modus berikut:

Pertama, PPS bisa saja dengan sengaja mencoret beberapa nama dari DPT pemilihan sebelumnya, dengan cukup melaporkannya sebagai "tidak dikenal". Padahal, pelaporan "tidak dikenal" tidak membutuhkan bukti. Dengan demikian, nama-nama tersebut hilang dari DPS. Setelah DPT (DPTHP-2) ditetapkan, mereka disuruh pindah domisili ke daerah pemilihan lain, dan masuk dalam DPK (Daftar Pemilih Khusus) yang mendapat hak memilih lebih baik daripada DPTb. DPTb hanya mendapatkan surat suara yang sesuai sesuai dapilnya, sedangkan DPK mendapat surat suara penuh (5 jenis surat suara). Hal ini bisa dilakukan oleh penyelenggara (PPS) bekerjsama dengan calon anggota DPR/DPD guna menyokong suara, dan tidak salah menurut aturan (PKPU Nomor 3 Tahun 2019).

Kedua, pihak-pihak tertentu bisa saja bekerjasama dengan pemerintah (Disdukcapil) untuk membuatkan KTP-el kepada warga asing tanpa proses registrasi dari Pemerintah Desa. Andai saja hal ini terjadi, dan dilakukan dengan asumsi 5 orang per TPS, maka akan ada pemilih jenis DPK sebesar 4.025.340 orang yang siap menyokong perolehan suara.

Terlepas dari sumbut dan tidaknya melakukan kecurangan, yang pasti, regulasi yang ada masih memberi kesempatan terjadi kecurangan dalam Pemilu.

Jepatlor, 20-02-2019; 23:28 WIB.

AH. NUR ALI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun