Mohon tunggu...
Ahnaf Rjd
Ahnaf Rjd Mohon Tunggu... Penulis - Penulis titik!

Isinya Random

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Alasan Ayah Enggan Pulang Kampung

21 Maret 2022   06:20 Diperbarui: 21 Maret 2022   11:38 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Atas persetujuan orangtua, menjelang baliq aku menuntut ilmu di pondok. Keputusan yang tidak ringan, mengingat aku harus berpisah dengan keluarga. Tahun pertama, menjadi tahun cukup berat. Menghadapi teman-teman, dengan karakter berbeda-beda. Menyesuaikan kehidupan pondok, yang jauh berbeda dengan suasana di rumah.  

Apalagi di masa peralihan (anak menuju puber), tentunya ada hal-hal baru yang kualami. Tetapi tekadku membulat, apapun tantangan yang ada musti dihadapi.

Tanpa terasa, tahun ini masuk tahun keempat di pondok. Aneka macam persoalan kuhadapi, mengantarkan pengalaman dan pemahaman baru. Ayah dan ibu, menjadi tempat curhat terbaiku. Kepada mereka, masing-masing mendapat jatah topik obrolan berbeda.

Merajuk judul di atas, tulisan ini focus ke ayah. Orang yang tepat untukku berkeluh kesah, guna membangkitkan semangat yang sering naik turun. Ayah dengan pengalaman hidup, lebih panjang dan beragam dibandingkan aku. Aku meyakini, apa yang kurasakan pernah ayah rasakan. Meski masalahnya berbeda, meski situasinya berbeda. 

Sehingga aku bisa memetik hikmah, sekaligus mencontoh cara ayah menyelesaikan masalah. Entah berhasil atau tidak mengatasi persoalan, nyatanya beliau bisa bertahan sejauh ini.

-----

"Setiap tahap usia akan ada masalahnya sendiri-sendiri," ujar ayah

Banyak kisah hidup ayah yang kudengar, satu diantaranya adalah pertemuan beliau dengan ibu. Pertemuan yang diperantarai seorang teman, karena minim pengalaman pacaran. Tetapi untuk sampai tahap itu, ayah telah menempuh ujian kesabaran. Konon, di usia ayah yang lewat seperempat abad. Tekanan dialami dari kanan kiri, dari orang terdekat maupun sekedar kenal. 

Orang-orang mulai mempermasalahkan kesendiriannya, disampaikan dengan kalimat halus, menyindir, bahkan terang-terangan. Dan apapun rangkaian kalimat itu, tak ayal kerap membuat merah telinga.

Semasa aku kecil bersama ayah - dokpri
Semasa aku kecil bersama ayah - dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun