Mohon tunggu...
Ahmad Wazier
Ahmad Wazier Mohon Tunggu... Dosen -

Manusia awam yang \r\npenuh dengan keterbatasan dan kebodohan. \r\n\r\nSaat ini berstatus sebagai Dosen dan Mahasiswa Program Doktor (S3) di University of Tasmania-Australia.\r\n\r\nMantan pengurus DPD IMM DIY ini menyelesaikan Pendidikan Pasca Sarjana di Universitas Gadjah Mada.\r\nPengalaman organisasi: Sekretaris Pusat Pengembangan Bahasa (dua periode), Wakil sekretaris MTDK PWM DIY dan Sekjen KAMADA, Ketua Umum KORKOM IMM, Waka 1 IMM PSH,. Jabatan terakhir sebagai Kepala Pusat Pengembangan Bahasa (2 Periode).\r\n\r\nAktivis alumnus Pondok Pesantren Ar-Ruhamaa’ ini mempunyai minat bidang kebijakan politik Amerika Serikat, ideologi dan agama.\r\n\r\nAktif di beberapa perkumpulan dan juga latihan menjadi pembicara dalam diskusi, training, seminar atau konferensi. bisa di hub di: Twitter: @WazierW wazier1279@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kedatanganku di Australia

25 Maret 2015   10:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:04 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedatanganku di Australia

Saat itu jadwal penerbangan ku diawali dari kota pelajar, Jogjakarta. Jadwal penerbangan dari Jogjakarta menuju Jakarta tertera jam 07:20 dan perkiraan sampai di Jakarta sekitar jam 08:00 pagi. Jadwal keberangkatan ku dari Jogja ke Jakarta memang di setting jauh lebih awal dari jadwal keberangkatan ke Melbourne. Hal ini disebabkan masih adanya agenda yang harus ku lakukan, yaitu mengambil surat jalan dan uang saku di kantor DIKTI. Perjalanan dari bandara ke DIKTI lumayan lama, sekitar 2 jam itupun jika tidak terjebak macet. Oleh karena itu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan sesampainya di bandara Internasional Soekarno-Hatta aku langsung menitipkan barang bawaan dan langsung pergi ke kantor DIKTI.
Setelah menyelesaikan segala urusan di kantor dikti, aku segera kembali ke Bandara. Meskipun waktunya masih sangat longgar aku harus segera tiba di bandara karena selain ngirit tenaga, ada banyak hal yang bisa ku kerjakan selama waktu menunggu. Kebiasaan yang paling ku sukai ketika menunggu adalah membaca. Tetapi jika tempat dan kondisinya memungkinkan aku juga suka menulis. Saat menunggu inilah waktu yang paling sering ku gunakan untuk menulis artikel atau apapun. Sehingga dalam waktu yang sangat singkat, jika pikiran sedang fresh tidak lebih dari 10 menit aku bisa menyelesaikan satu artikel mentah. Setelah diendapkan satu atau dua jam aku akan membaca ulang untuk melakukan penyelarasan. Kadang satu artikel pun hanya ku tulis selama 20 sampai 20 menit sudah langsung saya poskan di web pribadi atau di kompasiana. Kadang juga ku kirim ke beberapa media lokal dan nasional.
Tidak terasa waktu sudah menunjukan hampir jam 9 pagi, waktu Australia. Saat terbangun, aku sudah dapat melihat pemandangan di luar pesawat karena pesawat sudah mulai turun. Terlihat pemandangan disekitar bandara Sydney dengan jalas dari kejauhan karena cuaca pagi itu sangat cerah. Hanya awan yang sesekali terlihat dan kadang menguncang pesawat seperti saat kita mengendarai mobil melewati jalan berkerikil.
Setelah sampai di Bandara Sydney aku langsung menuju ruang tunggu di pemberangkatan domestik. Karena ini adalah pertama kalinya di bandara ini, waktu yang tersisa ku gunakan untuk berjalan-jalan melemaskan badan berkeliling di dalam bandara. Bandara terlihat sangat ramai oleh orang-orang yang hampir semuanya bule. Hanya ada satu dua orang yang nampaknya orang Asia, tetapi aku tidak yakin apakah mereka orang Indonesia, Pilipina atau Malayisa.
Waktu tunggu masih sekitar 30 menit, aku sudah puas berkeliling di sekitaran bandara. Sudah banyak hal yang ku ketahui dari bandara itu. Agar jika suatu saat berkunjung ke bandara ini aku tidak bingung lagi. Dengan mudah aku akan bisa menemukan hal-hal yang ku cari. Selain itu aku juga sudah bisa ngobrol dengan beberapa orang yang di bandara itu yang rata-rata mau berlibur atau sekedar mengunjungi saudara di Tasmania. Banyak hal yang ku pelajari tentang latarbelakang mereka maupun selukbeluk negeri yang saya kunjungi itu.
Tepat jam 10:30 aku harus naik ke dalam pesat karena penerbangan ke kota Hobart segera akan dimulai. Maskapai yang ku gunakan sama dengan waktu perjalanan dari Jakarta ke Sydney, Qantas. Maskapai ini sangat nyaman karena fasilitas di dalam pesawatnya sangat lengkap. Disana aku bisa menikmati berbagai tontonanan, dari tv, video, radio, game dan banyak lagi hiburan yang bisa dinikmati.
Perjalanan dari Sydney menuju Hobart selama kurang lebih satu jam lima belas menit. Waktu yang tidak terlalu lama untuk sebuah penerbangan domestik. Waktu yang cukup singkat ini ku habiskan untuk membaca koran yang disediakan secara gratis oleh maskapai. Sambil mendengarkan musik yang sudah terpasang di tempat duduk, aku membaca koran The Australian sampai habis, khususnya berita terbaru dan artikel politik. Aku sangat menyukai segala informasi yang berkaitan dengan politik sehingga adanya koran gratis membuat penerbangan itu terasa semakin cepat.
Tidak terasa pesawat sudah mau turun. Pemandangan bukit-bukit yang indah samar-samar terlihat dari jendela pesawat. Kebetulan saat itu aku mendapat kursi yang langsung menghadap ke sebelah kirim sehingga bisa menikmati pemandangan dari dalam pesawat. Saya melihat kebun-kebun yang hijau, padang luas seperti lapangan dan terlihat ada bintik-bintik kehitaman dari kejauhan. Bintik kehitaman itu ternyata adalah binatang ternak yang terlihat dari ketinggian. Sebelum mendarat di bandara Internasional Hobart dibawahnya adalah pusat peternakan sapi dan domba yang sangat terkenal di Australia.
Sesampainya di bandara Hobart, rasanya masih terasa asing. Semua orang yang ada di bandara itu terlihat tak seorang pun orang Indonesia, bahkan orang Asia pun tidak terlihat. Bandara yang tidak begitu besar itu nampak ramai, para penumpang yang mau bepergian baik ke sydney, Melbourne, New Zealand dan lain sebagainya. Bandara Hobart bisa dikatakan sebagai bandara kecil tetapi karena ada beberapa penerbangan yang ke luar negeri khususnya New Zealand sehingga tetap disebut sebagai Bandara Internasional.
Setelah mengambil koper bagasi aku duduk di bangku di sebuah ruang terbuka. Sambil menghidupkan HP yang sengaja ku matikan agar tidak habis baterei sehingga bisa menghubungi driver yang menjeput. Belum sempat memencet nomor yang sudah diberikan Staf Internasional UTAS tiba-tiba ada seorang laki-laki paruh baya yang datang menghapiri ku. Ia langsung menyebutkan nama ku dan aku pun langsung sadar bahwa bapak itu adalah driver yang ditugaskan menjemput dari kampus.
Bapak setengah baya itu bernama Brown, tepatnya Mr. Petter Brown. Setelah ngobrol sebentar, sekedar kenalan dan bosa-basi Mr. Brown mengajak saya ke luar bandara, tepatnya di ruang tunggu penjemputan. Setelah menunggu beberapa saat dia sudah tiba dengan mobilnya yang berwarna putih bertuliskan UTAS dan gambar singa memegang obor berwarna merah. Adanya logo berwarna kontras dengan warna dasar mobil itu, mobil terlihat mewah dan gagah.
Mr. Brown adalah orang yang sangat ramah. Sepanjang perjalanan dia bercerita banyak hal, dari persoalan cuaca, masyarakat sampai hal kecil yang menyangkut makanan. Sepanjang perjalanan itu cerita yang paling ku ingat adalah tentang kecelakaan kapal di jembatan Tasman, Tasman Bridge. Jembatan yang membelah sungai Derwent adalah jemabatan bersejarah nampaknya, sehingga semua orang pasti tahu kejadian yang sudah berpuluh-puluh tahun itu.
Selama perjalanan dari bandara ke kota Hobart, aku sangat menikmati pemandangan yang indah di sepanjang jalan. Sejak awal perjalanan aku disuguhi pemandangan alam kota Hobart yang berbeda jauh dengan negara ku berasal. Di kota ini semua tertata dengan rapinya. Fasilitas umum nampak sangat bersih dan jalan pun terlihat sangat mulus dan lebar. Aku pun sempat merasa was-was karena Mr. Brown mengendarai mobilnya dengan kecepatan seratus lebih. Aku baru menyadari bahwa meskipun tidak di toll berkendara di jalanan Australia semua sudah diatur kecepatannya. Sehingga di daerah-daerah tertentu kecepatan menimal memang ada yang seratus km/jam lebih. Tetapi karena fasilitas jalan dan rambu lalu lintas yang sangat jelas perjalanan menjadi terasa sangat singkat.
Sekitar jam 12 aku sudah memasuki wilayah kampus dimana aku akan kuliah. Kampus yang sangat luas itu nampak asri dan rimbun oleh pepohonan yang mengitari kampus. Saat keluar dari mobil dan berjalan menuju sebuah gedung nampak pemandangan di sisi bawah gedung sangat mengagumkan. Posisi kampus yang terletak di perbukitan menjadikan posisi pandang sangat tepat untuk refreshing. Terlihat pemandangan sungai Derwent yang sangat indah. Dilihat dari kejauhan warna air sungai terlihat sangat biru. Bahkan kalau saja tidak ada pemandangan rumah-rumah di seberang sungai orang akan mengira itu adalah laut.
Setelah mengambil kunci apartment di kantor bagian Campus accomodation, Mr. Brown langsung mengantarkan ku ke sebuah apartement di jalan Regent, tepatnya Regent street no 50. Aku mendapatkan kamar yang paling atas dengan pemandangan yang sangat indah. Entah karena saya orang baru atau bagaimana, rasanya saya sangat beruntung ditempatkan di kamar itu. Kamar flat itu terdiri dari dua kamar tidur, ruang tamu, dapur dan kamar mandi. Terlihat seluruh ruangan itu sangat bersih dan rapi.
Aku tidak menyadari kalau kamar yang bersebelahan dengan kamarku adalah orang Asia juga. Karena selama beberapa hari disitu aku tidak bertemu dengan siapapun. Salah satu orang yang sering bertemu adalah orang jepang yang kamarnya di depang ruangan ku. Dia adalah orang Jepang yang sedang mengambil program Post-Doktoral di UTAS. Setelah lima hari menempati kamar itu baru aku bertemu dengannya Mr. Poks yang berasal dari Pilipina. Saat itu ia barusan pulang dari bepergian ke kota Launceson. Lauceston adalah kota berjarak sekitar 300 km dari Hobart dimana kampus dua berada. Sebagai mahaiswa PhD dia terlihat sangat sibuk. Karena saat itu hari Senin, dia sibuk di Laboratoriium dari pagi sampai malam hari. Mr. Poks adalah mahasiwa di jurusan Kimia.
Dia sudah menempati kamar itu beberapa bulan setelah memulai kuliah di UTAS. Bersambung.....

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun