Mohon tunggu...
Ahmad Syukrillah
Ahmad Syukrillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ketua Yayasan Raudhotul Jannah Kota Bekasi

Fighter dalam segala hal

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menghadapi Tantangan Bullying di Pondok Pesantren Lewat Supervisi Manajemen Pondok

28 Desember 2023   08:00 Diperbarui: 28 Desember 2023   09:49 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/10/06/bps-siswa-laki-laki-lebih-banyak-jadi-korban-bullying

Pondok pesantren, sebagai pusat pendidikan Islam yang kaya akan nilai-nilai tradisional, seharusnya menjadi tempat yang memancarkan cahaya pendidikan dan keberagaman. Namun, dalam beberapa waktu terakhir, gelombang yang mengkhawatirkan mulai menghantui keutuhan lingkungan pesantren: bullying. Lebih dari sekadar gangguan, bullying di pondok pesantren menjadi sebuah cermin yang mencerminkan kelemahan dalam manajemen, supervisi, dan penjaminan mutu. Dalam opini ini, kita akan merenung lebih dalam pada realitas seputar masalah ini dan menggali urgensi untuk meningkatkan manajemen dan supervisi agar pesantren bisa menjadi lingkungan yang benar-benar mendukung pertumbuhan spiritual dan karakter santri.

Dalam mencari akar permasalahan, kita perlu menyadari bahwa bullying tidak hanya bersifat individu, tetapi mencuat dari kegagalan sistem dan budaya yang tidak lagi responsif terhadap tantangan zaman. Pendekatan kita tidak hanya seharusnya melibatkan perbaikan praktik-praktik manajemen dan supervisi, tetapi juga transformasi mendalam dalam nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi landasan pondok pesantren. Oleh karena itu, tantangan ini bukan hanya sekadar masalah internal, melainkan panggilan untuk menjadikan pondok pesantren sebagai kekuatan positif yang membentuk karakter unggul dan moralitas tinggi pada santri, sesuai dengan visi pendidikan Islam yang sejati.

Data dan observasi menyoroti bahwa dalam beberapa tahun terakhir, lingkungan pondok pesantren tidak terlepas dari cengkraman masalah bullying. Kasus-kasus ini tidak lagi hanya menjadi titik terang bagi perilaku negatif yang merugikan, tetapi juga merupakan alarm bagi semua pihak yang terlibat dalam pendidikan pesantren. Menurut laporan terbaru, tingkat insiden bullying di pondok pesantren telah meningkat secara signifikan, menciptakan tekanan psikologis dan emosional yang berdampak serius pada kesejahteraan mental santri. Terlepas dari upaya-upaya internal untuk menanggulangi masalah ini, kejadian bullying seringkali terjadi di luar pengawasan langsung, memunculkan pertanyaan mendalam tentang efektivitas manajemen dan supervisi di tingkat pondok pesantren.

Sementara itu, realitas ini juga tercermin dari pengalaman nyata santri yang menjadi korban. Sebagian dari mereka menghadapi rasa takut dan kecemasan sehari-hari, menghambat potensi belajar dan tumbuh kembang mereka. Beberapa kasus bahkan telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, melibatkan penggunaan media sosial sebagai alat intimidasi tambahan. Fenomena ini memanggil kita untuk mengeksplorasi penyebab fundamental di balik masalah ini, bukan sekadar menanggapi secara reaktif, tetapi juga membangun fondasi yang kokoh untuk mencegahnya secara proaktif.

Dalam merespons realitas dan fakta yang menggambarkan krisis bullying di pondok pesantren, pendekatan yang holistik dan berkelanjutan sangat diperlukan. Pertama-tama, diperlukan langkah-langkah konkret untuk memperkuat sistem manajemen di tingkat pondok pesantren. Ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada, peningkatan pengawasan harian yang lebih ketat, pendidikan pelatihan khusus bagi pengasuh dan staf, dan implementasi aturan yang jelas dan terukur. Pengelola pondok pesantren harus memimpin dengan memberikan contoh dalam menerapkan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan penghargaan terhadap perbedaan, sehingga menanamkan atmosfer yang mendukung bagi seluruh komunitas pesantren.

Selain itu, solusi jangka panjang memerlukan pembentukan tim supervisi khusus yang memiliki tanggung jawab khusus untuk memantau dan mengevaluasi keberhasilan implementasi program anti-bullying. Tim ini dapat bertindak sebagai garda terdepan dalam mendeteksi dan menanggapi permasalahan secara cepat dan efektif. Lebih dari sekadar menanggapi insiden, mereka harus berfokus pada mencegah munculnya situasi yang berpotensi mengarah ke bullying. Dengan demikian, melalui upaya bersama antara pengelola, pengasuh, dan tim supervisi, pondok pesantren dapat menciptakan lingkungan yang tidak hanya bebas dari bullying, tetapi juga merangsang pertumbuhan holistik dan perkembangan karakter positif bagi seluruh santri.

Penting untuk diakui bahwa penanggulangan masalah bullying di pondok pesantren memerlukan pendekatan menyeluruh yang melibatkan berbagai pihak. Pertama-tama, penyusunan pedoman anti-bullying yang komprehensif perlu menjadi langkah kritis. Pedoman ini tidak hanya harus mencakup sanksi bagi pelaku bullying, tetapi juga memberikan panduan bagi santri, pengasuh, dan staf mengenai perilaku yang diharapkan dan nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi. Pedoman ini juga sebaiknya bersifat dinamis, mampu berkembang seiring waktu dan perubahan kebutuhan, serta melibatkan partisipasi aktif dari seluruh komunitas pesantren dalam proses penyusunannya.

Melihat kompleksitas masalah bullying di pondok pesantren, perlu diakui bahwa solusi yang efektif memerlukan pendekatan yang lebih luas dan terstruktur. Selain langkah-langkah manajemen dan supervisi yang telah dijelaskan sebelumnya, penting untuk mendorong penerapan pendekatan pendidikan yang inklusif. Ini dapat mencakup pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pembelajaran tentang toleransi, empati, dan penyelesaian konflik. Lebih dari sekadar menyediakan informasi, pendekatan ini juga harus memfasilitasi diskusi terbuka di antara santri untuk memahami perspektif dan pengalaman masing-masing.

Selanjutnya, kerjasama dengan lembaga pendidikan dan organisasi non-pemerintah yang memiliki keahlian dalam bidang kesehatan mental dan anti-bullying dapat menjadi sumber daya berharga. Konsultasi dengan ahli psikologi atau konselor dapat membantu mengembangkan strategi yang sesuai untuk mendukung santri yang terlibat dalam permasalahan bullying dan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan positif. Dengan cara ini, pondok pesantren dapat menjadi pusat pendidikan yang tidak hanya fokus pada aspek keagamaan, tetapi juga memberikan perhatian serius terhadap pembentukan karakter dan kesejahteraan mental santri. Perubahan positif ini harus diarahkan untuk menciptakan budaya inklusif dan saling mendukung di pondok pesantren, yang pada gilirannya akan menghantarkan generasi santri yang tangguh, penuh empati, dan mampu menghadapi tantangan kehidupan dengan integritas.

Dalam mengejar visi pondok pesantren yang bebas dari bullying, perlu diakhiri dengan penegasan bahwa perubahan yang diinginkan memerlukan kesadaran dan tindakan kolektif. Pengelola pondok pesantren harus memimpin dengan teladan, menggandeng seluruh komunitas pesantren dalam perjalanan transformasi ini. Proses pembaharuan tidak hanya sekadar menegakkan aturan baru, melainkan membangun budaya yang mendukung nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan cinta sesama. Keberhasilan program anti-bullying akan tercermin dalam transformasi nyata dalam pola pikir dan perilaku santri, yang tidak hanya mencerminkan ketundukan pada norma-norma yang baru, tetapi juga terinternalisasi sebagai bagian dari identitas Islam mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun