GRESIK -- Warga Desa Banyutengah, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, mencopot dua ban belakang mobil siaga desa pada Minggu (29/6) sebagai bentuk protes terhadap lambannya akses layanan darurat yang diduga berkontribusi pada kematian seorang warga, Fatkul Hadi.
Aksi simbolik ini terjadi sehari setelah Fatkul meninggal dunia di RSUD Ibnu Sina, usai sebelumnya dibawa dalam kondisi kritis menggunakan motor roda tiga karena keluarga tidak berhasil mengakses mobil siaga desa.
Kronologi: Ketika Waktu Menjadi Musuh
Menurut laporan KabarBaik.co, Fatkul Hadi mulai mengeluh sakit sejak Sabtu pagi (28/6). Namun, kondisinya memburuk drastis pada malam hari sekitar pukul 23.00 WIB. Keluarga berupaya mencari akses ke mobil siaga desa, namun tidak mendapatkan kejelasan mengenai siapa yang memegang kunci kendaraan.
"Jam sebelas malam sudah sakit parah, kami sekeluarga panik. Mau dibawa ke puskesmas tapi mobil siaga desa nggak bisa diakses karena kuncinya tidak jelas dipegang siapa," ujar Leni, adik korban, seperti dikutip dari KabarBaik.co.
Karena situasi semakin genting, keluarga akhirnya membawa Fatkul menggunakan tosa milik tetangga ke Puskesmas Prupuh sekitar pukul 01.00 WIB. Setelah mendapat penanganan awal, ia dirujuk ke RSUD Ibnu Sina dan dinyatakan meninggal dunia pada pagi harinya, Minggu (29/6).
Aksi Warga: Simbol Kekecewaan Kolektif
Sebagai bentuk kekecewaan, warga mencopot dua ban belakang mobil siaga desa. Aksi ini berlangsung damai namun sarat makna. Mereka menilai insiden ini bukan kejadian tunggal, melainkan puncak dari akumulasi persoalan lama.
"Sering kali warga kesulitan pinjam mobil siaga. Pernah ada juga yang kejang-kejang, memang akhirnya dapat, tapi lama. Ini bukan hal baru," ujar Leni dalam laporan yang sama.
Klarifikasi Kepala Desa: Miskomunikasi
Kepala Desa Banyutengah, Fadloli, membantah tudingan bahwa pihaknya mempersulit akses mobil siaga. Dalam pernyataannya kepada KabarBaik.co, ia menyebut tidak menerima panggilan atau kunjungan dari keluarga korban pada malam kejadian.
"Kalau ada pemberitaan yang mengatakan bahwa kepala desa mempersulit warganya mengakses mobil siaga desa, itu saya nyatakan salah besar," tegasnya.
Fadloli mengakui bahwa telah terjadi miskomunikasi antara perangkat desa dan keluarga korban. Ia juga menyatakan tengah menyusun prosedur baru agar akses mobil siaga lebih mudah dan cepat di masa mendatang.
Refleksi: Ketika Sistem Tak Siap Menyelamatkan
Peristiwa ini membuka kembali pertanyaan tentang kesiapan sistem layanan darurat di tingkat desa. Meski kendaraan tersedia, tanpa prosedur yang jelas dan responsif, nyawa bisa tetap terancam.