Mohon tunggu...
Ahmad Syarkawi
Ahmad Syarkawi Mohon Tunggu... Pendidik

Pegiat Literasi Digital

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Meredupnya Seni Tilawatil Quran di Bumi Serambi Mekah

1 Juli 2025   09:03 Diperbarui: 1 Juli 2025   09:23 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seleksi Tilawatil Quran di Kecamatan Kluet Timur Aceh Selatan.

Seni tilawatil Qur'an bukan sekadar lantunan merdu yang menggema di mimbar-mimbar MTQ. Ia adalah napas, ruh, dan pancaran keindahan dari wahyu ilahi. Di Kluet Timur, Aceh Selatan, kita pernah menyaksikan betapa suci dan meneduhkannya suara para qari dan qariah yang membaca ayat-ayat Allah dengan tartil dan irama yang menggetarkan jiwa. Bukan hanya memikat telinga, tapi juga menyentuh kalbu.

Namun hari ini, mari kita jujur. Di tengah kemajuan zaman dan derasnya arus digitalisasi, kita mulai kehilangan denyut nadi syiar Islam yang satu ini. Kita jarang lagi mendengar gema tilawah dari surau ke surau, dari panggung ke panggung. Pertanyaannya: apa yang sedang terjadi dengan seni tilawah kita?

Sebagai salah satu Dewan Hakim pada seleksi Tilawatil Qur'an di Kecamatan Kluet Timur beberapa waktu lalu, saya merasakan langsung betapa jumlah peserta yang mampu membawakan tilawah dengan baik semakin terbatas. Ada semangat, ada keinginan kuat, tetapi kurang sentuhan seni. Kurang pembinaan. Ini bukan kesalahan peserta, melainkan cerminan tanggung jawab kita bersama --- orang tua, guru, lembaga, dan penggerak syiar Al-Qur'an.

Kenapa Tilawah Mulai Redup?
Fenomena meredupnya tilawah tidak datang tiba-tiba. Ia lahir dari banyak sebab yang tidak bisa kita abaikan begitu saja.

Pertama, menjamurnya TPA dan rumah tahfidz yang hanya fokus pada hafalan. Tentu, menghafal Al-Qur'an adalah kemuliaan besar. Namun, banyak lembaga hanya mengejar kuantitas hafalan, tanpa memperhatikan kualitas bacaan. Anak-anak kita hafal, tapi membaca tanpa irama, tanpa tartil, tanpa rasa. Padahal, seni tilawah bukan sekadar hiasan suara. Ia adalah jembatan untuk menyampaikan keindahan ayat-ayat Allah secara menyentuh.

Kedua, minimnya ruang dan perhatian pada cabang tilawah dalam event MTQ. Di beberapa tempat, tilawah hanya jadi pelengkap dari keseluruhan perlombaan. Jumlah peserta sedikit, perhatian panitia minim, dan pembinaan hampir tak terlihat. Tanpa wadah yang serius, semangat pun perlahan padam.

Ketiga, perlombaan virtual yang marak beberapa tahun terakhir turut mengurangi getaran syiar. Lomba yang dahulu menggugah semangat jamaah, kini menjadi sekadar pengumpulan video dan penilaian diam-diam. Tak ada gema takbir, tak ada suasana masjid yang haru, tak ada syiar yang hidup. Tilawah terasa sunyi.

Keempat, pengaruh gadget dan budaya digital yang mengalihkan perhatian generasi muda. Anak-anak kini larut dalam dunia permainan dan media sosial. Mereka tak perlu lagi keluar rumah untuk mencari teman, cukup di layar. Namun sayangnya, Al-Qur'an tidak masuk dalam dunia digital mereka. Tilawah tersisih, tergantikan oleh suara-suara yang tak menghidupkan ruh.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Sudah saatnya kita tidak lagi hanya mengeluh. Ini adalah waktu untuk bergerak. LPTQ di semua tingkatan --- desa, kecamatan, hingga kabupaten --- perlu mengambil langkah nyata.

Kita butuh pelatihan tilawah yang berkelanjutan, pembinaan seni baca Al-Qur'an di TPA dan madrasah, pembentukan komunitas tilawah di masjid, serta keterlibatan para qari senior untuk melatih dan menginspirasi generasi baru. MTQ seharusnya tidak hanya menjadi agenda tahunan, tetapi rangkaian proses panjang yang dimulai dari pembinaan di akar rumput.

Tilawah Adalah Cinta yang Mengalir dari Hati
Tilawah bukan hanya soal teknik, tapi soal cinta. Ia adalah persembahan kita kepada Al-Qur'an --- suara terbaik, dari hati yang ikhlas. Jika hari ini kita abai, mungkin sepuluh tahun ke depan kita hanya akan mengenangnya sebagai tradisi masa lalu yang pernah indah.

Mari, dari Kluet Timur hingga seluruh Aceh Selatan, kita bangkitkan kembali semangat itu. Mari kita nyalakan kembali cahaya tilawah di hati anak-anak kita. Karena Al-Qur'an bukan hanya untuk dihafal, tapi juga untuk dibaca dengan indah, dan dengan penuh keikhlasan. (AhmadPD)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun