Mohon tunggu...
Ahmad Subagiyo
Ahmad Subagiyo Mohon Tunggu... Apoteker

Tenaga pengajar Program Studi D3 Farmasi Politeknik Tiara Bunda Depok dan penggiat farmasi berkelanjutan. Seluruh tulisan merupakan pendapat/opini pribadi dan tidak mewakili instansi manapun.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apotek Desa: Apoteker Masuk Desa Bukan Apoteker Goes To Campus

9 Juni 2025   06:07 Diperbarui: 14 Juni 2025   19:09 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berikut beberapa opsi kebijakan yang bisa dipertimbangkan:

  1. Menghidupkan kembali WKS dengan pendekatan digital dan kontrak jangka menengah lintas profesi.

  2. Menghubungkan masa tugas PTT dengan jalur afirmasi CPNS atau beasiswa studi lanjut.

  3. Memperluas cakupan NS agar bisa menjangkau profesi kesehatan lain dan daerah non-DTPK yang juga kekurangan.

  4. Membangun sistem data distribusi nasional berbasis kebutuhan riil, ketersediaan lulusan, dan kapasitas daerah.

  5. Mengatur insentif secara adil dan berjenjang, agar pengabdian tidak hanya dilihat sebagai tugas, tapi juga investasi masa depan.

Penutup: Dari Pengabdian Menuju Kepastian

Jika pengabdian terus dipisahkan dari masa depan, maka semangat pengabdian itu lambat laun akan memudar.
Sudah saatnya Indonesia membangun satu sistem distribusi tenaga kesehatan nasional, yang tidak hanya menempatkan tenaga kesehatan ke daerah terpencil, tetapi juga menjamin kualitas hidup dan masa depan mereka.

Karena setiap tenaga kesehatan yang diberangkatkan, sejatinya adalah duta negara. Dan setiap pasien yang ditolong, adalah wujud nyata keadilan sosial yang dijanjikan dalam konstitusi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun