SUATU hari pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan, seorang Gubernur Madinah bernama Marwan bin Hakam mendapati seorang lelaki tua yang membenamkan mukanya di kuburan Rasulullah saw.
"Apa yang kau lakukan?" bentak Marwan.Â
Lelaki tua itu menjawab, "Aku sedang mengunjungi Rasulullah saw. Aku tidak mendatangi batu. Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, janganlah kalian tangisi agama jika dipegang ahlinya. Tangisilah agama ketika dikendalikan oleh orang yang bukan ahlinya."
Dalam Musnad Ahmad, Mustadrak al-Hakim, dan Samhudi disebutkan lelaki tua tersebut adalah sahabat Rasulullah saw yang bernama Abu Ayyub.
Abu Ayyub adalah seorang Muslim yang rumahnya disinggahi pertama kali saat Rasulullah saw tiba di Madinah. Ketika Rasulullah saw memasuki kota Madinah, unta yang beliau tunggangi bersimpuh di depan rumah Bani Malik bin Najjar. Rasulullah saw turun dari atas untanya. Seorang lelaki berseri-seri bahagia saat Rasulullah saw menghampirinya. Ia tersenyum kemudian mengambil barang muatan dan memasukkan ke rumahnya. Lalu, mempersilakan Rasulullah saw masuk ke dalam rumah.
Siapakah orang beruntung yang dipilih sebagai tempat persinggahan Rasulullah saw? Saat hijrah ini semua penduduk Muslim Madinah mengharapkan Nabi Muhammad saw singgah di rumah-rumah mereka? Dialah Abu Ayub Al-Anshari Khalid bin Zaid, cucu Malik bin Najjar.
Rasulullah saw bermalam di lantai bawah, Abu Ayyub tinggal di lantai atas. Karena bangunannya terbuat dari tanah, Abu Ayyub merasa khawatir kalau debu dan tanah menimbun Rasulullah saw. Sepanjang malam Abu Ayyub dan istrinya membekukan tubuhnya seperti sebongkah kayu.
Saat pagi Abu Ayyub segera mendatangi Rasulullah saw. Abu Ayyub menyapa Rasulullah saw, "Ya Rasulullah, semalaman aku tak dapat memejamkan mata."
 "Apa yang terjadi denganmu," tanya Rasulullah saw.
 Abu Ayyub segera menjawab, "Ya Rasulullah, aku khawatir debu dan tanah berjatuhan dan menganggumu.