Mohon tunggu...
Ahmad Rohiman
Ahmad Rohiman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis, aktifis sosial, Koordinator Gusdurian Karawang dan Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Upaya Rekonsiliasi Pasca Pilpres 2019

27 April 2019   08:21 Diperbarui: 27 April 2019   08:27 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: mojok.co

17 april kemarin, seluruh bangsa Indonesia merayakan pesta demokrasi bersama-sama. Yakni, memilih calon presiden yang didukungnya atau yang menurutnya pantas menjadi pemimpin Republik Indonesia. Meski hasilnya belum kita ketahui sekarang, akan tetapi berbagai lembaga quickcount sudah dapat memprediksi siapa pemenang dari pilpres tahun ini.

Sebelum Pilpres 2019, tensi politik setiap harinya semakin panas. Berbagai isu digoreng-goreng hingga garing. Mulai dari hoax, fitnah, ujaran kebencian, sampai politik identitas. Isu itu saling lempar antar para elit politik dari kubu cebong dan kampret. Masyarakat pun banyak yang memilih untuk masuk ke dalam pusaran antara dua kubu itu. Namun, tidak sedikit pula yang lebih memilih diam dengan berbagai alasan pribadinya.

Bagi sebagian masyarakat yang memilih terlibat ke dalam pusaran dua kubu, tidak sedikit dari mereka yang berdebat dengan teman atau saudaranya bahkan sampai rela memutuskan tali silaturahmi hanya karena berbeda pilihan. Hal seperti ini dapat merusak demokrasi kita.

Mengapa saya katakan demikian. Saya rasa, politik seharusnya menjadi ajang edukasi masyarakat dalam berdemokrasi. Bukan justru jadi ajang untuk saling menjatuhkan karena berbeda pilihan. Ego seperti ini harus dikesampingkan. Memberikan dukungan politik pada siapa pun adalah hak masyarakat sebagai warga negara yang demokrasi. 

Namun, jangan sampai debat berkelanjutan hingga memutuskan tali persaudaraan hanya karena berbeda pilihan dan pandangan. Yang akhirnya, bukan mengedukasi masyarakat. Justru sebaliknya, hal seperti itu dapat menjerumuskan masyarakat.

Saya memperhatikan dari sebelum pilpres sampai pilpres selesai, sosial media bak medan tempur masyarakat untuk saling menembakkan peluru pada lawannya. Jika ini terus berlanjut, maka toleransi dan persatuan perlahan-lahan akan tergerus. Hal ini harus dihindari bersama.

Gus Dur pernah berkata "Yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan". Mari berpikir. Jika direnungkan, apa yang dikatakan Gus Dur itu sangat menyentuh hati dan pikiran kita semua. Banyak orang yang terjebak dalam pusaran politik (yang dalam hal ini adalah pilpres), seperti tidak melihat lawannya sebagai manusia. 

Sehingga, yang terjadi adalah saling menyerang, menganggap yang berbeda pilihan adalah musuhnya. Dengan demikian, pantas saja jika berbagai hal terjadi, seperti; fitnah, hoax, dan ujaran kebencian dilemparkan pada saudaranya yang berbeda pilihan. Sungguh mengerikan.

Menurut saya, para elit politik harus bertanggungjawab karena telah menciptakan konflik di kalangan masyarakat. Mereka harus menjadi contoh yang baik bagi masyarakat. Yakni mengupayakan rekonsiliasi pasca pilpres. Mengajak lagi masyarakat untuk berdamai dan bersatu lagi sebagai bangsa. Karena jika tidak, hal-hal yang kemungkinan buruk pasti akan terjadi. Yang rugi justru adalah masyarakat itu sendiri.

Namun, sekarang yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana upaya rekonsiliasi pasca pilpres ini dilakukan oleh para elit-elit politik. Seharusnya, jika pilpres selesai, selesai juga konflik masyarakat antar dua kubu yang mendukung capresnya. Namun sepertinya tidak. Konflik masih berlanjut mulai dari ancaman-ancaman people power yang akan dikerahkan. Hingga, statemen seorang Ustadz yang rela terjadi pertumpahan darah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun