Mohon tunggu...
Ahmad Rizani
Ahmad Rizani Mohon Tunggu... Dosen -

Dosen Universitas Borneo Tarakan

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonomi Kerakyatan Sebagai Solusi Penanggulangan Kemiskinan

29 Januari 2011   01:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:05 1560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kemiskinan merupakan suatu fenomena yang selalu diusahakan untuk diminimalisasi atau bahkan bila memungkinkan dihilangkan. Namun dalam kenyataan, kemiskinan masih selalu melekat dalam setiap sendi kehidupan manusia, tidak terkecuali di Indonesia sehingga membutuhkan suatu upaya penanggulangan kemiskinan yang komprehensif, integral dan berkelanjutan.

Apabila kita baca berkali-kali dan renungkan benar-benar sila-sila Pancasila sebagaimana tercantum dalam Mukaddimah UUD 1945, maka akan kita rasakan bahwa pembentukan Negara Republik Indonesia yang merdeka, yang bebas dari penjajahan bangsa asing, di samping untuk melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraannya, dan mencerdaskan kehidupannya, adalah amat penting untuk mencapai tujuan akhirnya yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya.

Negara merdeka yang dibangun dengan perjuangan dan peperangan yang tidak ternilai harganya ini haruslah mampu menigkatkan kesejahteraan setiap warganya dan mampu membebaskan mereka dari kemiskinan. Dalam menanggulangi kemiskinan dibutuhkan suatu pemikiran dan kerja keras yang sangat panjang karena kemiskinan sangatlah kompleks sehingga banyak aspek yang mempengaruhinya.

Oleh karena itu upaya penanggulangan kemiskinan mensyaratkan adanya identifikasi mengenal siapa, apa, bagaimana, di mana dan mengapa ada masyarakat miskin. Identifikasi tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam menentukan kebijakan yang paling sesuai untuk menanggulangi masalah kemiskinan.

Ekonomi kerakyatan beberapa waktu terakhir menjadi istilah baru yang banyak didiskusikan dalam berbagai forum dan dianggap oleh banyak pihak sebagai sebuah strategi dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Bukan tanpa alasan apabila ekonomi kerakyatan seolah-olah menjadi trendsetter baru dalam wacana pembangunan. ”Ambruknya” ekonomi Indonesia yang selama beberapa dasawarsa selalu dibanggakan, memaksa berbagai pihak meneliti kembali struktur perekonomian Indonesia.

Berbagai kajian yang dilakukan berhasil menemukan satu faktor kunci yang menyebabkan keambrukan ekonomi Indonesia yaitu ketergantungan ekonomi Indonesia pada sekelompok kecil usaha dan konglomerat yang ternyata tidak memiliki struktur internal yang sehat.

Ketergantungan tersebut merupakan konsekuensi logis dari kebijakan ekonomi neoliberal yang mengedepankan pertumbuhan dengan asumsi apabila pertumbuhan tinggi dengan sendirinya akan membuka banyak lapangan kerja, dan karena banyak lapangan kerja maka kemiskinan akan berkurang. Kebijakan ekonomi tersebut ternyata menghasilkan struktur ekonomi yang tidak seimbang.

Dalam wacana teori ekonomi, istilah ekonomi kerakyatan memang tidak dapat ditemui. Hal ini memang karena ekonomi kerakyatan sebagai sebuah pengertian bukan merupakan turunan dari mazhab atau school of thought tertentu melainkan suatu konstruksi pemahaman dari realita ekonomi yang umum terdapat di negara berkembang. Suatu realita ekonomi dimana selain ada sektor formal yang umumnya didominasi oleh usaha dan konglomerat terdapat sektor informal dimana sebagian besar anggota masyarakat hidup.

Jika dilihat dari segi kontituennya, konstituen utama ekonomi kerakyatan adalah kelompok masyarakat yang terpinggirkan dalam sistem ekonomi neoliberal. Dalam garis besarnya mereka terdiri dari kaum buruh, kaum tani, kaum nelayan, kelompok pengusaha kecil, kaum miskin kota, dan kaum mustad’afin pada umumnya yang merupakan aktor ekonomi dengan kegiatan usaha berskala kecil dalam permodalan, sarana teknologi produksi yang sederhana, manejemen usaha yang belum bersistem, dan bentuk kepemilikan usaha secara pribadi.

Kelompok usaha seperti ini umumnya tumbuh secara natural karena adanya sejumlah potensi ekonomi disekelilingnya. Awalnya kelompok usaha ini tumbuh tanpa adanya insentif artifisial apapun, atau dengan kata lain hanya mengandalkan naluri usaha dan kelimpahan sumber daya alam, sumber daya manusia, serta peluang pasar. Kelompok usaha dengan karakteristik seperti ini mendominasi struktur dunia usaha di Indonesia.

Jika dilihat dari musuh strategisnya, musuh utama ekonomi kerakyatan terdiri  dari para pengusaha negara yang membela kepentingan para pemodal besar, para pemodal besar domestik, perusahaan-perusahaan transnasional, pemerintah negara-negara industri pemberi hutang, dan lembaga-lembaga keuangan dan perdagangan multilateral yang menjadi kepanjangan tangan para pemodal internasional.

Sistem ekonomi kerakyatan sesungguhnya adalah sistem ekonomi yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat. Pemihakan dan perlindungan ditujukan pada ekonomi rakyat yang sejak zaman penjajahan sampai Indonesia merdeka sekarang selalu terpinggirkan.

Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi kerakyatan adalah berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya sehingga pembangunan ekonomi kerakyatan merupakan perwujudan dari demokrasi ekonomi yakni dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya, pembangunan ekonomi tersebut menggunakan sumber daya domestik secara efisien yang dilaksanakan oleh rakyat Indonesia melalui usaha mikro, kecil, menengah, dan besar, yang akhirnya dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.

Inilah reformasi dalam sistem ekonomi yang diperlukan Indonesia yakni pembaruan aturan main berekonomi menjadi aturan main yang lebih menjamin keadilan ekonomi melalui peningkatan pemerataan hasil-hasil pembangunan sebagaimana yang diamanatkan pasal 33 UUD 1945 sehingga pemerintah termasuk pemerintah daerah berperan menjaga dipatuhinya aturan main berekonomi yang menghasilkan “sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Strategi pembangunan yang memberdayakan ekonomi rakyat merupakan strategi melaksana­kan demokrasi ekonomi yaitu produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dan di bawah pimpinan dan pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat lebih diutamakan ketimbang kemakmuran orang seorang. Maka kemiskinan tidak dapat ditoleransi sehingga setiap kebijakan dan program pembangunan harus memberi manfaat pada mereka yang paling miskin dan paling kurang sejahtera sekaligus memberikan jaminan sosial bagi mereka.

Oleh karena itulah, dapat disimpulkan bahwa substansi dari ekonomi kerakyatan mencakup tiga hal sebagai berikut :

Pertama, Adanya partisipasi penuh seluruh anggota masyarakat dalam proses pembentukan produksi nasional. Partisipasi penuh seluruh masyarakat dalam proses pembentukan produksi nasional ini sangat penting artinya bagi ekonomi kerakyatan. Dengan cara demikian seluruh masyarakat mendapat bagian dari hasil produksi nasional itu. Sebab itu, sebagaimana ditegaskan oelh pasal 27 UUD 1945, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Kedua, Adanya partisipasi penuh anggota masyarakat dalam turut menikmati hasil produksi nasional. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan, tidak boleh ada satu orang pun yang tidak ikut menikmati hasil produksi nasional, termasuk fakir miskin dan anak terlantar. Hal itu dipertegas oleh Pasal 34 UUD 1945 yang mengatakan, “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”

Ketiga, Pembentukan produksi dan pembagian hasil produksi nasional harus berada di bawah pimpinan atau pemilikan anggota masyarakat. Artinya, dalam sistem ekonomi kerakyatan, kedaulatan ekonomi harus berada di tangan rakyat. Bukan di tangan para pemilik modal sebagaimana dalam sistem ekonomi pasar neoliberal. Walaupun misalnya kegiatan pembentukan produksi nasional dilakukan oleh para pemodal asing, kegiatan-kegiatan itu harus tetap berada di bawah pengawasan dan pengendalian masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun