Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pentingnya Toleransi dalam Bermedia Sosial untuk Hindari Konflik

11 September 2022   07:37 Diperbarui: 11 September 2022   07:37 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cinta Damai - jalandamai.org

Secara etimologi toleransi berasal dari bahasa Latin, tolerare, yang artinya sabar dan menahan diri. Secara etimologi toleransi mempunyai arti sebuah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada. Sementara secara istilah (terminologi), toleransi memiliki definisi berupa sikap menghargai, membiarkan, memperbolehkan adanya pandangan, pendapat, kepercayaan, dan kebiasaan yang berbeda dengannya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa konsep dari sikap toleransi ini mengarah pada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan. Perbedaan itu dapat beragam, mulai dari suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa, agama, hingga pola pikir.

Toleransi menjadi sebuah keniscayaan di tengah keberagaman etnis, budaya, bahasa, suku, dan agama yang ada di Indonesia. Sudah pasti toleransi dibutuhkan untuk menjaga kerukunan hidup di bumi Nusantara. Belakangan ini kita semua tidak hanya dihadapkan pada interaksi langsung di kehidupan nyata namun juga interaksi di kehidupan maya. Interaksi melalui media sosial belakangan ini, khususnya pada saat pandemi Covid-19 meningkat drastis. Dilansir dari laman nasional.okezone.com pada bulan Juni 2022, menurut Ketua Umum Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif "Pertumbuhan pengguna internet di Indonesia sangat fantastis. Sebelum pandemi angkanya hanya 175 juta, saat ini data terbaru sekitar 220 juta". 

Menurut informasi yang disajikan dalam wikipedia, media sosial atau sering juga disebut sebagai sosial media adalah platform digital yang memfasilitasi penggunanya untuk saling berkomunikasi atau membagikan konten berupa tulisan, foto, video, dan merupakan platform digital yang menyediakan fasilitas untuk melakukan aktivitas sosial bagi setiap penggunanya. Media sosial juga merupakan sebuah sarana untuk bersosialisasi satu sama lain dan dilakukan secara daring yang memungkinkan manusia untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu.

Tak ubahnya di dunia nyata ketika kita berinteraksi di dunia maya pun harus menggunakan etika dan adab serta memperhatikan norma-norma yang berlaku ketika bersosialisasi. Namun kebanyakan pengguna media sosial tidak siap dengan platform digital tersebut. Mereka merasa bebas dan tidak bertanggung jawab atas opini/pendapat yang mereka bagikan apakah itu bisa berdampak menyakiti, menyinggung, membuat gaduh, atau menimbulkan konflik.

Banyak sekali sikap intoleransi terjadi di dalam media sosial akibat kurangnya literasi pengguna sehingga kurang bijaknya dalam bermedia sosial. Sebagian kecil dari beberapa kasus intoleransi multikultural terjadi akibat tidak bijaknya pengguna media sosial. Tidak semua orang berpendidikan mampu bersikap selayaknya orang yang memiliki pendidikan. Hal itu disebabkan karena kurangnya kemampuan menjaga diri, mereka baru kelimpungan ketika sudah berhadapan dengan ranah hukum.    

Toleransi di dunia maya juga harus dijaga agar dunia maya pun bersih dari hal-hal yang dapat membuat perpecahan persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk itu agar menjadi manusia digital yang cakap dan mampu hidup bersosialisasi dengan baik khususnya di dunia maya harus memiliki 4 (empat) aspek dalam dirinya, yaitu keterampilan, etika, budaya, dan keamanan digital.

Empat aspek ini haruslah dikuasai oleh masyarakat terlebih lagi para tokoh, selebriti dunia maya maupun para elite politik yang akhir-akhir ini ikut meramaikan platform media sosial. Jangan hanya menekankan pada keterampilan saja namun juga harus fokus pada aspek etika, budaya dan keamanan digital.

Setiap orang berhak menilai sesuatu dan tidak ada yang melarang untuk berpendapat. Namun, seringkali kita langsung membuat kesimpulan atau menghakimi tindakan seseorang kemudian dihubungkan pada beragam faktor, salah satunya ras atau suku orang tersebut. Padahal, belum tentu ras atau suku tersebut berkaitan dengan sikap orang yang dihakimi, bisa jadi ada faktor lain yang mempengaruhinya. Tindakan-tindakan ini sepele namun bisa berakibat fatal karena dapat membuat ketersinggungan suku yang dapat menimbulkan konflik SARA, pada akhirnya akan berurusan dengan ranah hukum. Hal semacam ini kadang secara tidak sadar kita lakukan. Mari kita coba melihat orang dari segala sudut pandang dan mencoba untuk memahami perilaku mereka.

Menahan dan menjaga diri, bijak dalam berkomentar serta cerdas memilah informasi untuk diteruskan. Hal ini bisa dimulai dari diri sendiri untuk Indonesia bebas konflik. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun