Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mari Memupuk Bibit Persatuan Sejak dari Dunia Maya

24 Juni 2019   06:57 Diperbarui: 24 Juni 2019   07:06 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Satu - http://ajiraksa.blogspot.com

Jika berbicara tentang persatuan, mungkin ingatan sebagian kita langsung terpikir ke era kemerdekaan. Ketika itu, semua orang dari berbagai macam suku, dari berbagai macam latar belakang, muda tua, semuanya sepakat untuk hidup merdeka, bebas dari berbagai macam bentuk penjajahan. 

Ketika itu perjuangan untuk bisa merdeka, dilakukan secara parsial. Sampai akhirnya, muncul sebuah kesepakatan bahwa perjuangan untuk merebut kemerdekaan dan mengusir penjajah dari bumi pertiwi, harus dilakukan dengan cara bersatu. 

Dengan ketika pola perjuangan dirubah, ketika persatuan dan kesatuan itu dilakukan, perjuangan itu dikabulkan oleh Allah SWT. Kemerdekaan itu bisa diraih dan masih bisa kita rasakan hingga saat ini.

Lalu, kenapa persatuan itu penting? Penjajah ketika itu sempat melakukan politik adu domba, agar masyarakat tidak mudah bersatu. Antar masyarakat saling berseteru, sampai akhirnya tidak terpikirkan untuk melawan penjajah. 

Penjajah menggunakan masyarakat yang mudah dipengaruhi, untuk membuat persatuan itu tidak terwujud. Bagaimana caranya? Salah satunya dengan menyebarkan adu domba, fitnah, kebencian dan lain sebagainya. Namun, cara itu akhirnya disadari oleh masyarakat.

Kini, ketika Indonesia sudah merdeka, ketika kemajuan teknologi begitu pesat, politik adu domba yang terjadi di era kemerdekaan itu kembali terjadi dengan bentuk yang berbeda. Jika kita melihat yang terjadi saat ini, ujaran kebencian masih terjadi. 

Penyebaran hoaks alias berita bohong menjadi kekhawatiran semua pihak. Dan tidak sekali atau dua kali masyarakat terprovokasi ujaran kebencian dan kebohongan.

Mungkin kita masih ingat kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai, Sumatera Utara beberapa tahun lalu. Karena terprovokasi di media sosial, warga melampiaskan amarahnya dengan membakar beberapa tempat ibadah. 

Di penghujung Ramadan beberapa waktu lalu, karena salah mendapatkan informasi dan terprovokasi paham radikalisme, RA, seorang pemuda asal Surakarta berusaha melakukan percobaan aksi bom bunuh diri. Perbuatan tersebut gagal karena bom yang dipelajarinya secara otodidak di media sosial, tidak berhasil meledakkan dirinya.

Contoh diatas merupakan betapa jahatinya provokasi di media sosial. Karena provokasi media sosial, seseorang bisa menjadi radikal. Karena provokasi masyarakat juga bisa saling berseteru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun