Mohon tunggu...
Ahmad Ali Rendra
Ahmad Ali Rendra Mohon Tunggu... Lainnya - Kartawedhana

Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kab. Hulu Sungai Selatan - Kalimantan Selatan Pemerhati Budaya dan Sejarah Pemandu (khusus) Museum Rakyat Kab.Hulu Sungai Selatan Pembina komunitas Dapur Budaya HSS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sultan Berdarah "Dayak" penguasa pulau Kalimantan

7 Februari 2022   07:30 Diperbarui: 7 Februari 2022   09:15 2343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan di Banjarmasin by.CALM Schwaner

Berawal dari pelarian seorang putra mahkota yang berasal dari Negara Daha, Kerajaan Daha sendiri sebuah kerajaan yang berada di hulu sungai Bahan dimana mayoritas rakyatnya berasal dari orang-orang Maanyan. Sang putra mahkota bernama Pangeran Samudera yang dipilih oleh kakeknya Maharaja Sukarama untuk memimpin Kerajaan Daha dimana hal ini akhirnya menimbulkan kemarahan dari pamanya Pangeran Tumenggung anak dari Maharaja Sukarama.

Diceritakan Pangeran Samudera melarikan diri dari usaha pembunuhan pamanya ke daerah muara sungai Barito. Melalui kisah yang panjang kemudian hari Pangeran Samudera di bantu Patih Masih seorang tokoh dipemukiman orang melayu (Oloh Masih) dan juga dukungan para Patih lainnya yang menjadi para pemuka wilayah di hilir sungai Bahan (Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung dan Patih Kuwin). Mereka mendirikan sebuah Kerajaan dikampung orang Melayu yang berada ditengah pemukiman orang Ngaju (Oloh Ngaju) yang didirikan oleh Datuk Bahendang Balau, ketua suku Oloh Ngaju yang turun dari Barito.

Atas dukungan penuh para patih dan orang-orang Ngaju serta orang melayu dan penduduk muara barito lainnya Kerajaan Banjar didirikan. Pertama mereka merebut Bandar milik Kerajaan Daha di muara sungai Bahan dan memindahkan pelabuhan ke wilayah Banjar yang kemudian dinamai Bandarmasih. Hal ini tentu membuah berang raja Negara Daha yakni Pangeran Tumenggung yang tidak lain paman dari Pangeran Samudera sendiri. Perang pun tak dapat dihindarkan, Pangeran Samudera meminta dukungan para pedagang cina, arab, melayu dan beberapa wilayah di pulau Kalimantan lain dan kemudian yang terakhir dibantu Kerajaan Demak. Perang berlangsung berbulan-bulan yang banyak menimbulkan korban pada kedua belah pihak dan menghancurkan perekonomian rakyat. Pada akhirnya perang usai dan dimenangkan oleh pihak Pangeran Samudera lewat sebuah pembicaraan diantara kedua pemimpin tersebut.

Setelah itu daerah Banjar dan Daha disatukan dalam Kerajaan Banjar, Pangeran Samudera kemudian memeluk Islam dan kemudian hari berganti nama menjadi Sultan Suriansyah. Ibukota Kesultanan Banjar didirikan di daerah suku Ngaju dan sebagian pegawai kerajaan adalah orang Ngaju. “Amalgamasi kebudayaan Banjar” sesudah itu menjadi lebih luas dengan perpaduan inti kebudayaan Ngaju, Melayu, Bakumpai, Jawa, Maanyan dan Bukit.

Menurut tradisi lisan orang Maanyan Sultan Suriansyah pernah mengawini seorang perempuan dari klan Maanyan bernama Norhayati puteri dari Labai Lamiah, tokoh suku Dayak Maanyan di wilayah Jaar yang kemudian melahirkan Puteri Mayang Sari yang kemudian juga jadi tokoh besar suku Manyaan yang pemimpin wilayah Jaar. Setalah wafat Sultan Suriansyah kemudian digantikan putranya Sultan Hidayatullah I yang mengawini seorang perempuan berdarah Ngaju anak dari Khatib Banun seorang Menteri Kerajaan yang berasal dari klan Dayak Ngaju namun sudah memeluk Islam.

Prajurit dari klan Ngaju di Selatan Kalimantan by CALM Schwaner.
Prajurit dari klan Ngaju di Selatan Kalimantan by CALM Schwaner.

Anak dari Sultan Hidayatullah I dengan permaisurinya yang berasal dari klan Ngaju tersebut bernama Pangeran Senapati/Pangeran Kacil atau yang kelak setelah menjadi raja bergelar Sultan Musta’in Billah saat menggantikan ayahnya menjadi Sultan Banjar berikutnya. Pada suatu ketika ia berhasil menjadi Sultan Banjar dengan didukung penuh oleh para kesatria dari masyarakat klan Dayak Ngaju untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya yang sebagain memihak tunduk terhadap kerajaan di Jawa.

Pada tahun 1615 Mataram dengan pasukan dari gabungan  Tuban, Surabaya dan Madura berusaha menaklukan Kerajan Banjar namun gagal karna mendapat perlawanan sengit. Selama kekuasaan Sultan Musta’in Billah sistem politik dan pemerintahan negara menjadi lebih kompleks. Seperti, Mangkubumi bertindak sebagai “King Viceregent” mempunyai 4 deputi dan 4 hakim untuk memecahkan masalah hukum. Ia memindahkan ibukota Kesultanan yang semula berada di Kuin ke Kraton Kayu Tangi di Martapura. Mustainbillah juga mempunyai seorang istri cantik bernama Diang Lawai seorang perempuan yang juga dari Klan Dayak Ngaju.

Pangeran Banjar dan Pengawalnya (istockphoto.com)
Pangeran Banjar dan Pengawalnya (istockphoto.com)

Wilayah kekuasan Kerajaan Banjar dibawah kuasanya semakin kuat dan meluas, beberapa kerajaan di Kalimantan mendeklarasikan tunduk kepada Kesultanan Banjar. Era Sultan Mustainbillah untuk pertama kalinya daerah Kotawaringin mempunyai sebuah Kerajaan yaitu Kerajaan Kepangeranan Kotawaringin dimana daerah ini diberikan Mustainbillah kepada putranya Pangeran Dipati Antakasuma yang kemudian menjadi Raja pertama dari Kerajaan Kotawaringin (negara bagian dari Kerajaan Banjar).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun