Mohon tunggu...
Ahmad Mursyidi
Ahmad Mursyidi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Entrepreneur, Khodimul Al Qur'an Metode Tilawati

Berusaha untuk lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ibuku Pahlawanku

11 November 2020   01:15 Diperbarui: 11 November 2020   05:50 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: tribunnews.com

Hari Pahlawan adalah hari nasional yang bukan hari libur yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia, dan diperingati pada tanggal 10 November setiap tahunnya di Indonesia. 

Hari ini untuk memperingati Pertempuran Surabaya yang terjadi pada tahun 1945, di mana para tentara dan milisi indonesia yang pro-kemerdekaan berperang melawan tentara Britania Raya dan Belanda yang merupakan bagian dari Revolusi Nasional Indonesia. 

Hari nasional ini ditetapkan melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959. (wikipedia).

Sekarang bukan zamannya lagi berlaga di medan tempur secara fisik maupun senjata. Tetapi sekarang zamannya memberantas kebodohan sebagai generasi penerus bangsa. 

Lantas, zaman sekarang siapakah yang layak disebut pahlawan? Masing-masing individu maupun golongan mengklarifikasi bahwa siapa saja layak jadi pahlawan baik bagi kehidupan pribadinya maupun masyarakat luas.

Maka dari itu akupun mengklarifikasi bahwa Pahlawan di zaman sekarang ini yang berhak disematkan gelar pahlawan adalah ibuku sendiri. Itu menurut pribadiku, bagaimana dengan kalian?

Ibuku bukan pahlawan di medan perang tetapi Pahlawan kehidupanku. Beliau berjuang melahirkan, merawat dan mendidik kami dari kecil hingga besar dengan mencari nafkah sendiri mengharap ridha Allah SWT untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya pendidikan kami.

Sehingga aku pernah mencicipi manisnya bangku SD, SMP hingga SMK dan dilanjutkan masuk Ponpes dari Awwaliyah, Wustha hingga Ulya.

Tidak hanya itu beliau berjuang di perantauan di Kabupaten Banjar Martapura tetapi masih satu propinsi dengan Kotabaru tempat kelahiranku untuk bertahan hidup di dunia fana ini demi aku dan adik sebapakku yang masih 5 tahun ketika itu dan sekarang ia duduk di bangku 1 Ulya Ponpes Darussalam Martapura. 

Setelah sebelumnya orang yang kami datangi di perantauan yaitu Kakakku menghadap Illahi karena kecelakaan ketika ujian kelolosan Ulya berjalan 2 hari. 

Coba bayangkan, betapa getir dan pahitnya hidup di perantauan yang baru datang jauh dari sanak saudara, tidak tahu lokasi, kebiasaan masyarakat di tempat baru dsb tiba-tiba orang yang seharusnya memberi petunjuk di dunia maupun akhirat meninggalkan kami selama-lamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun