Mohon tunggu...
Ahmad Munazi
Ahmad Munazi Mohon Tunggu... Wirausaha dan mahasiswa

Seorang mahasiswa yang menyukai sejarah, pendidikan, cinta tanah air, yang bercita-cita mencerdaskan anak bangsa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Saat Hukum Membisu: Tambang nikel dan ancaman terhadap Raja ampat

5 Juni 2025   14:27 Diperbarui: 17 Juni 2025   21:34 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raja Ampat adalah mahakarya alam Indonesia yang dikenal sebagai rumah bagi lebih dari 75% spesies karang dunia dan ribuan jenis ikan. Kawasan ini bukan hanya aset ekologis nasional, tapi juga warisan dunia yang tak tergantikan. Namun, keindahan ini kini berada di ambang kehancuran akibat ekspansi tambang nikel yang mengancam ekosistem dan kehidupan masyarakat adat di wilayah tersebut. Ironisnya, semua terjadi di tengah keberadaan regulasi hukum yang seharusnya mampu mencegahnya namun justru membisu.

Indonesia sebenarnya memiliki perangkat hukum yang cukup jelas dalam melindungi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, sebagai revisi dari UU No. 27 Tahun 2007, secara tegas menyebutkan bahwa pulau kecil tidak boleh dimanfaatkan untuk kegiatan ekstraktif seperti pertambangan apabila menimbulkan kerusakan ekologis. Bahkan, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 3/PUU-VIII/2010 menegaskan bahwa hak atas lingkungan hidup yang sehat adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin konstitusi.

Namun, dalam praktiknya, tambang-tambang nikel justru terus mendapat izin untuk beroperasi di wilayah yang semestinya dilindungi. Beberapa perusahaan tambang bahkan telah membuka jalan dan mengubah kawasan hutan di pulau-pulau kecil Raja Ampat menjadi wilayah konsesi industri. Hal ini tidak hanya merusak habitat alami, tetapi juga mengancam sumber penghidupan masyarakat lokal yang bergantung pada laut, serta merusak potensi pariwisata lestari yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi daerah.

Ketika hukum yang ada tidak ditegakkan, maka sistem hukum kita gagal menjalankan fungsinya sebagai pelindung kepentingan rakyat dan lingkungan. Hukum seolah membisu di hadapan kekuatan modal dan ambisi industrialisasi. Lebih dari itu, lemahnya koordinasi antar lembaga, tidak transparannya proses perizinan, serta minimnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan menjadi faktor-faktor yang memperparah situasi ini.

Gerakan #SaveRajaAmpat yang ramai di media sosial adalah bentuk perlawanan moral masyarakat sipil atas diamnya negara. Kampanye ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan semakin tinggi, dan bahwa tekanan publik dapat menjadi alat penting dalam mendesak pemerintah bertindak.

Sudah saatnya hukum berbicara lantang. Pemerintah perlu mengevaluasi seluruh izin tambang di wilayah pulau-pulau kecil, mengedepankan prinsip kehati-hatian (precautionary principle), serta menjamin keterlibatan masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan. Penegakan hukum lingkungan tidak boleh hanya jadi slogan di atas kertas, melainkan harus nyata dan berpihak pada keberlanjutan.

Raja Ampat bukan hanya soal nikel atau investasi. Ia adalah simbol dari keseimbangan antara manusia dan alam, dan ujian bagi sistem hukum Indonesia: apakah kita benar-benar mampu menjaga warisan negeri ini, atau membiarkannya hilang demi keuntungan sesaat?

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010 tentang Hak atas Lingkungan Hidup.

3. AP News. "Indonesia's nickel mining threatens Raja Ampat's coral reefs and local communities", 2025. https://apnews.com/article/c4dfe12a5bd97eac2f9e3a19f17b5b3c

4. Greenpeace Indonesia. "Save Raja Ampat" campaign, 2025.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun