Mohon tunggu...
Ahmad Muhaimin Alfarisy
Ahmad Muhaimin Alfarisy Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

I Love Bread

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peminta-Minta Tolong di Sekitaran Kampus. Beneran atau Penipu yaa ?

16 Juni 2014   16:43 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:31 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14028865602058332703

Ketimbang membicarakan debat capres tadi malam yang jelas-jelas dimenangi oleh Prabowo, saya ingin sedikit berbagi cerita. Semoga bermanfaat. hehee

Pada suatu ketika di pertengahan oktober tahun 2010, saya sedang dalam perjalan pulang dari arah Malioboro menuju rumah (baca : kos) saya di sekitaran Pogung Kidul, utara Fakultas Teknik UGM. Sore itu saya baru kembali dari membeli sebuah kamus dan sejumlah buku di shopping center yang dikenal dengan harga buku-bukunya yang relative miring. Untuk pulang, saya menggunakan moda transportasi bis jalur 2 dan menunggu di perempatan yang tidak jauh dari shopping center. Tidak lama bis segera datang dan di dalam bis hanya ada tiga atau empat orang penumpang, dengan salah seorang di antara mereka adalah laki-laki berpenampilan usang yang duduk agak jauh di belakang.

Tidak lama, laki-laki berpenampilan usang tersebut lalu menghampiri saya, memperkenalkan diri dan bertanya banyak hal yang membuat saya risih mengingat hal yang ditanyakannya banyak yang bersifat pribadi. Pada akhirnya ia kemudian mengaku bahwa anaknya tengah sakit di RS Dokter Sardjito UGM dan ingin meminta bantuan sejumlah uang kepada saya. Awalnya saya tolak dengan halus dengan berdalih bahwa saya tidak punya uang sejumlah ratusan ribu yang ia hendak pinjam. Dan memang begitu adanya. Sampai kemudian ia terus meminta dan meminta meskipun hanya Rp. 20.000,00 saja. Untung saja tidak lama kemudian, bis yang saya tumpangi sudah tiba di sekitaran Kampus dan mengharuskan saya turun. Terakhir, saya kembali menolak permintaan laki-laki berpenampilan usang itu, walaupun ia terus merayu saya untuk meminjaminya.
Kejadian semacam ini mungkin tidak terdengar asing bagi anda yang bertempat tinggal di Yogyakarta, ataupun di wilayah lain yang memiliki banyak pendatang. Yakni kisah seorang yang mengaku sedang kesulitan, mungkin sedang membutuhkan uang untuk pengobatan anaknya, atau ia mengaku baru saja kecopetan, atau meminta bantuan untuk ditunjuki jalan ke stasiun atau terminal, dan terakhir yang saya alami, meminta sejumlah uang untuk membantunya menengok anak istri di kampung. Namun pada akhirnya kalimat terakhir yang disampaikan oleh orang-orang semacam ini katakan adalah sama, yakni: Mas, boleh pinjam uang ?

Saya sendiri, sebagai mahasiswa yang sudah agak lama menetap di Kota Jogja, sudah berulang kali mengalami hal semacam ini. Modusnya beragam. Namun ujung-ujungnya sama. Akhirnya kemarin (15 Juni 2014) saya melakukan audiensi di jejaring social facebok saya untuk bertanya, apakah ada yang pernah mengalami hal yang serupa? (bisa diakses di sinihttps://www.facebook.com/ahmad.m.alfarisy/posts/10202383639534193?comment_id=10202385217933652&offset=0&total_comments=65&ref=notif¬if_t=feed_comment ).

Dari 19 komentator, 17 diantaranya mengaku pernah mengalami kejadian semacam ini. Modusnya sangat beragam. Diantaranya ada yang mengaku baru kecopetan, kehabisan bekal, ingin pulang tapi tidak tahu arah, sampai yang ingin bantuan uang sekolah seperti yang dituturkan oleh salah satu komentator status facebook saya itu.

Hal yang kemudian menjadi masalah adalah, tentu saja tidak semua yang meminta bantuan semacam itu adalah benar-benar asli peminta tolong. Sebagian di antara mereka adalah penipu yang pura-pura sedang kesulitan dan butuh bantuan. Sebagai contoh, kasus pertama yang saya ceritakan di awal, terindikasi jelas adalah penipuan. Bagaimana mungkin ia begitu memaksa saya untuk memberikan uang dari ratusan ribu rupiah dan terus menurunkan nilai tawar hingga dua puluh ribu rupiah? Anehnya laki-laki di bis hari itu, meminta bantuan dengan wajah yang agak cengegesan, sementara baru saja ia bertutur anak gadisnya tengah kritis di Rumah Sakit Sardjito. Sebuah hal yang tidak logis.

Salah seorang rekan pengomentar juga menceritakan bahwa ia bertemu seorang ibu yang sama, yang telah bertemu dengannya sebanyak tiga kali dan meminta uang untuk pulang kampung (mungkin). Untuk yang pertama, ia mengaku memberikan sedikit bantuan. Namun ketika bertemu yang kedua kalinya, ia lalu bertanya “Lho, kok ibu masih di Jogja ?” . Lalu serta merta ibu-ibu tersebut pergi menjauh, melarikan diri. Dalam kasus ini, sang ibu-ibu penipu bahkan sampai lupa wajah korbannya. Kasihan rekan saya ini, Menolong, lalu dilupakan.

Komentator yang lain juga becerita, ia pernah bertemu seorang ibu-ibu yang meminta sejumlah uang padanya di sekitaran kampus FK UGM dengan dalih butuh sejumlah uang untuk membelikan susu untuk anaknya. Namun setelah dibantu hari itu, esoknya ia kembali melihat ibu yang sama di sekitaran lokasi yang sama. Dan untuk pelaku satu ini, saya termasuk yang pernah melihatnya.

Menurut penuturan rekan yang lain yang pernah mengalami kasus semacam ini, salah seorang yang terindikasi penipu pernah meminta sejumlah uang padanya akibat abu vulkanik gunung api merapi telah membuatnya sakit. Rekan saya tidak memberinya uang, melainkan hanya memberikannya sebuah masker. Namun setelah berpisah, dari kejauhan ia melihat masker yang telah diberikannya justru dibuang.
Namun diantara kasus semacam ini, juga ada sebagian komentator yang mengatakan menemukan sebagian yang terindikasi bukan penipu, yakni menurut penuturan salah seorang kakak tingkat saya yang menceritakan rekannya yang pernah menemukan kasus serupa. Kisahnya masih seputar kehabisan uang dan butuh bantuan untuk pulang ke Solo. Rekan dari kakak tingkat saya itu lalu berinisiatif untuk mengantarkan peminta tolong ke Janti (sebuah terminal di Jogja) dan memberikan sejumlah uang untuk ongkos bis menuju Solo. Untuk kali ini, kemungkinan besar asli, tuturnya.

Berdasarkan cerita yang disampaikan oleh rekan-rekan saya di facebook ketika menanggapi status saya hari itu, maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua orang yang meminta bantuan di jalan adalah orang-orang yang jujur dengan cerita sedihnya atau dengan keluhannya. Namun tidak pula semuanya adalah penipu. Karena itu, sudah sepantasnya kita bersikap lebih waspada, mawas diri dan lebih selektif dalam memberikan bantuan. Kenapa harus selektif ? karena sudah kita sepakati bersama bahwa “Rasa belas kasihan kini sudah menjadi komoditas yang sering dimanfaatkan oleh orang-orang yang malas bekerja, malas mencari nafkah dengan cara yang halal”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun