Mohon tunggu...
Ahmad muawan
Ahmad muawan Mohon Tunggu... profesi saat ini adalah mahasiswa

Saya adalah seseorang yang sangat menyukai aktivitas fisik dan berolahraga, karena saya percaya bahwa tubuh yang sehat mendukung kehidupan yang lebih baik. Setiap kali ada kesempatan, saya menikmati berbagai jenis olahraga, mulai dari lari, bersepeda, hingga olahraga tim seperti sepak bola atau basket. Olahraga memberi saya energi dan juga membantu menjaga keseimbangan mental. Dalam hal kepribadian, saya adalah orang yang mudah beradaptasi, ceria, dan selalu berusaha positif. Saya suka berinteraksi dengan orang-orang di sekitar saya dan tidak ragu untuk membantu teman-teman. Saya juga dikenal sebagai pribadi yang cukup disiplin, terutama ketika berkomitmen pada tujuan pribadi atau pekerjaan. Musik adalah bagian penting dalam hidup saya. Saya sangat menyukai berbagai genre, mulai dari pop, rock, hingga musik elektronik. Musik memberi saya inspirasi dan sering kali menjadi teman terbaik saya saat beraktivitas. Selain itu, saya senang mencoba hal-hal baru, apakah itu berkaitan dengan hobi atau pengetahuan baru yang bisa menambah wawasan saya. Secara keseluruhan, saya selalu berusaha menjadi versi terbaik dari diri saya, baik dalam aspek fisik, sosial, maupun intelektual. Saya percaya bahwa hidup ini adalah perjalanan yang penuh peluang untuk belajar dan berkembang!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Korupsi, Penjahat Tak Berseragam yang Menghancurkan Masyarakat

8 Februari 2025   20:55 Diperbarui: 8 Februari 2025   20:55 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Korupsi dan Ketimpangan: Bayangan Gelap Kekuasaan di Negeri Sendiri (Sumber: Pinterest)

Korupsi: Luka Menganga yang Menggerogoti Tubuh Bangsa

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, kita kerap terbuai oleh impian tentang kemajuan dan kesejahteraan yang merata. Kota-kota yang megah, jalan-jalan yang mulus, sekolah-sekolah yang dipenuhi generasi penerus yang bersemangat. Namun, impian itu, alih-alih mendekat, justru semakin menjauh ketika korupsi menjelma menjadi duri dalam daging, menghambat langkah bangsa untuk tumbuh dan berkembang.

Korupsi merupakan salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Praktik korupsi terjadi di berbagai sektor, mulai dari pemerintahan, pendidikan, hingga pelayanan publik. Korupsi tidak hanya merugikan negara secara finansial tetapi juga menghambat pembangunan masyarakat secara menyeluruh.

Korupsi bukan sekadar angka dalam laporan keuangan atau berita di halaman depan surat kabar. Ia adalah kisah-kisah getir tentang janji yang dikhianati, tentang ibu yang harus berjalan puluhan kilometer demi mendapatkan pelayanan kesehatan yang seharusnya mudah diakses, atau tentang anak-anak yang belajar di bawah atap bocor karena dana sekolah disalahgunakan. Dalam bukunya Korupsi dan Penegakan Hukum di Indonesia (2018), Syamsuddin Haris mengungkapkan bahwa korupsi bukan lagi sekadar tindakan melanggar hukum, tetapi telah menjadi penyakit kronis yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa, menciptakan ketimpangan sosial yang semakin menganga.

Lebih dari sekadar angka dalam neraca keuangan negara, korupsi adalah tangan-tangan tak terlihat yang mencuri harapan dari rakyat. Dalam sistem yang korup, alokasi anggaran tidak lagi didasarkan pada kepentingan publik, melainkan kepentingan segelintir orang yang duduk di kursi kekuasaan. Akibatnya, program pembangunan yang seharusnya menjadi jembatan bagi masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik justru terhambat atau bahkan lenyap tanpa jejak. Seperti yang diungkapkan dalam Jurnal Ilmu Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (2021), korupsi memiliki korelasi kuat dengan rendahnya kualitas hidup masyarakat, membuat impian kesejahteraan hanya sebatas wacana tanpa realisasi.

Di jalanan, ketidakadilan terasa begitu nyata. Kemacetan yang seharusnya dapat diatasi dengan infrastruktur yang memadai, sekolah yang semestinya melahirkan generasi unggul, serta rumah sakit yang idealnya menjadi tempat perlindungan bagi mereka yang sakit, justru berubah menjadi cerminan dari sistem yang rusak akibat kepentingan pribadi. Korupsi bukan sekadar angka di laporan, melainkan kenyataan pahit yang harus ditanggung masyarakat setiap hari.
Maka, pertanyaannya bukan lagi apakah korupsi berdampak buruk, tetapi sampai kapan kita akan membiarkan dampak buruk ini terus menggerogoti bangsa? Tanpa upaya nyata untuk memberantas korupsi, pembangunan akan selamanya menjadi ilusi, dan masyarakat akan terus menjadi korban dari sistem yang gagal melindungi mereka.

Kenyataan Pahit: Korupsi dan Cengkeramannya pada Masyarakat

Korupsi adalah pemutus harapan yang paling sunyi. Ia bekerja dalam senyap, tanpa suara, namun akibatnya terdengar nyaring dalam kehidupan mereka yang terdampak. Dana bantuan sosial yang semestinya menjadi tali penyelamat bagi keluarga miskin justru lenyap dalam arus kepentingan pribadi. Pada akhirnya, mereka yang seharusnya mendapatkan hak untuk hidup layak justru terus berkutat dalam pusaran kemiskinan yang tak berkesudahan.

Di sebuah desa terpencil, seorang petani bernama Pak Hasan masih menunggu janji pembangunan irigasi yang diumumkan bertahun-tahun lalu. Namun, janji itu tetaplah janji. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk membangun saluran air justru menguap tanpa bekas, menguap seperti embun pagi yang terpanggang mentari siang. Kini, sawahnya yang dulu subur perlahan berubah menjadi tanah tandus, menandakan bagaimana korupsi tak hanya mencuri uang, tapi juga menghilangkan kesempatan hidup yang lebih baik. Pak Hasan hanyalah satu dari sekian banyak korban yang suaranya teredam di antara tumpukan laporan pertanggungjawaban fiktif yang menghiasi meja pejabat.

Di kota besar, gedung pencakar langit terus menjulang, sementara di sudut-sudut kota yang tersembunyi, gang-gang sempit tetap menjadi rumah bagi mereka yang tak tersentuh pembangunan. Inilah wajah kesenjangan sosial yang lahir dari praktik korupsi yang mengakar. Ketika kekayaan hanya berputar di antara mereka yang memiliki kuasa, masyarakat bawah tak pernah benar-benar mendapat kesempatan untuk naik ke permukaan. Seperti yang dikemukakan dalam Jurnal Kebijakan Publik Indonesia (2020), ketimpangan ekonomi yang semakin lebar adalah akibat langsung dari kebijakan pembangunan yang tidak adil, sering kali dipengaruhi oleh kepentingan pribadi para pejabat korup.

Sementara itu, seorang anak kecil duduk di bangku sekolah dengan seragam lusuh, pena setengah habis tinta, dan buku yang halaman-halamannya mulai menguning. Ia ingin menjadi dokter, ingin menyembuhkan orang-orang sakit di desanya. Tapi bagaimana ia bisa meraih mimpi jika sekolahnya kekurangan guru, fasilitas minim, dan buku-buku hanya bertumpu pada sumbangan? Korupsi dalam sektor pendidikan bukan hanya soal anggaran yang bocor, tapi juga tentang impian-impian yang dicuri sejak dini. Sistem yang cacat ini membuat generasi penerus kehilangan kesempatan untuk berkembang, seakan-akan mereka dipaksa untuk menerima kenyataan bahwa dunia memang tidak adil bagi mereka yang terlahir tanpa privilese.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun