Mohon tunggu...
Ahmad Lukman
Ahmad Lukman Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis itu gaya hidup... ahmadlukman-alhakiem.blogspot.com www.facebook.com/ahmad.lukmanelhakiem @ahmadlukman7

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tasikmalaya, Kota Pesantren?

9 Oktober 2013   10:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:47 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti dipaparkan Said Aqiel Siradj (1999), pada awalnya, sebuah pesantren lahir dari sosok kiai yang mampu menginspirasi warga sekitar (inspiratif). Sang Kiai yang telah menyelesaikan pendidikan dari beberapa kiai di berbagai tempat, kemudian mukim (menetap) di suatu tempat. Lalu mendirikan langgar dan memimpin shalat berjama’ah di sana. Kemudian, kehadirannya dirasakan bermanfa’at dan menginspirasi warga sekitar, sehingga tertarik untuk belajar dan menitipkan anak-anak mereka kepadanya.

Hal ini memberi kesan, bahwa seorang pendiri pesantren betul-betul tulus dan tanpa pamrih apa pun. Sehingga, pesantren mampu menjadi inspirasi bagi warganya, serta menjadi pengawal suatu peradaban. Mungkin, pesantren seperti inilah yang menurut Iip D. Yahya (2013), dalam perjalanan sejarah Tasikmalaya, mampu menjadi kabuyutan yang dapat menebarkan spiritualitas islami bagi Sukapura, termasuk pemerintahannya.

Hemat saya, pada pesantren demikianlah kita masih mampu menggantungkan harapan. Pesantren yang mampu menabiri diri, dari jebakan untuk menjadi komoditas ekonomi serta dijadikan sumber daya politik. Karena, dengan menjadi komoditas ekonomi, pesantren akan bergeser dan atau menghindar dari tanggungjawab menyelamatkan umat. Idealisme kiai untuk mengawal peradaban, akan dipertaruhkan dengan iming-iming perbaikan kualitas ekonomi, posisi di masyarakat, atau keuntungan material semata.

Sedangkan, jika sebuah pesantren sudah dijadikan sumber daya politik oleh oknum tertentu, dikhawatirkan hanya menjadi pembenar terhadap suatu kebijakan. Ia hanya akan terjebak dalam rutinitas untuk membantu kalangan tertentu dalam mendapatkan dan melanggengkan kekuasaan. Umat dan santri, dikhawatirkan tidak lagi menjadi prioritas utama.

Cepat atau lambat, jika pesantren terjebak oleh godaan-godaan tersebut, akan ditinggalkan atau justru meninggalkan umat. Umat akan kehilangan panutan dan benteng peradaban. Sehingga, mereka akan berusaha mencari panutan baru, yang jangan-jangan, seperti disindir Nabi Muhammad saw melalui salah satu haditsnya, sebagai panutan yang sesat dan menyesatkan.

Penulis masih yakin dan berharap, pesantren -khususnya di Tasikmalaya- mampu dan senantiasa berkomitmen menjadi solusi terhadap berbagai persoalan umat. Serta tidak terjebak menjadi komoditas ekonomi, atau bahkan tergiur menjadi sumber daya politik. Sehingga, kejadian memalukan sekaligus memilukan seperti di atas tidak akan pernah terjadi lagi di kota tercinta ini.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun