Mohon tunggu...
Ahmad Jumadil
Ahmad Jumadil Mohon Tunggu... Fungsional Penata Kelola Pemilihan Umum dan Pemerhati Pemilu

Saya anak tertua dari dua bersaudara. Menjadi pelajar di Universitas Islam Bandung selama 4 tahun setengah sebelum memutuskan untuk pulang kampung dan bekerja di Jambi.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Buzzer dan Premanisme Digital

3 Juni 2025   17:28 Diperbarui: 3 Juni 2025   17:28 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lina Harun tak pernah membayangkan bahwa mimpinya bisa hancur bukan oleh bangkrutnya usaha, melainkan oleh ribuan jari asing yang tak pernah mencicipi rotinya.

Sejak kecil, Lina ingin membuka toko roti sendiri. Ia suka aroma mentega yang meleleh di oven, suara kerupuk roti yang baru matang, dan senyum pelanggan pertama yang mencoba kreasinya. Setelah menabung bertahun-tahun, ia akhirnya membuka "Lina's Loaf" --- sebuah toko roti mungil di sudut kota, dengan cat biru muda dan jendela kaca yang selalu dibersihkan sendiri olehnya tiap pagi.

Tiga bulan berjalan, toko rotinya viral. Tapi bukan karena rasanya.

Seorang food vlogger menuduh Lina menjiplak resep "croissant" dari toko terkenal di Jakarta. "Parah sih, ini literally plagiat," ujar sang vlogger di video TikTok-nya. Tanpa verifikasi, tanpa konfirmasi. Hanya karena bentuk lipatannya mirip.

Dalam semalam, akun Instagramnya dibanjiri komentar:
"Penipu."
"Jiplakan."
"Mana surat izin usahanya, Mbak?"
"UMKM kok nyolong ide."

Tak berhenti di situ. Buzzer---akun-akun tanpa wajah mengangkat isu ini jadi perbincangan nasional.

Mereka menyebar potongan video diedit ulang, membuat narasi bahwa Lina juga melanggar izin kesehatan, menggaji pegawai di bawah UMR, bahkan memakai margarin kadaluarsa.

Padahal, toko itu dikelola sendiri oleh Lina. Tak ada pegawai. Semua bahan dibeli segar di pasar pagi, dan dapurnya bisa dilihat langsung dari kasir.

Namun publik terlanjur percaya. Pesanan online hilang. Pembeli enggan mampir. Bahkan suplier mulai tak mau mengantar bahan karena "takut kena imbas".

Lina menutup tokonya tiga minggu kemudian. Di hari terakhir, ia memanggang satu loyang roti kayu manis. Bukan untuk dijual, hanya untuk memenuhi aroma yang dulu pernah mengisi hidupnya.

Ia tidak kalah karena rotinya buruk. Ia kalah karena di dunia maya, kebenaran bukan soal rasa, tapi soal siapa yang lebih dulu membuat orang percaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun