Mohon tunggu...
ahmadjmulyono
ahmadjmulyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia biasa

Antara ada dan tiada

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Esensi Istighfar dalam Pancasila

20 Januari 2018   17:06 Diperbarui: 20 Januari 2018   17:20 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak ada seorang manusiapun di dunia ini yang terlepas dari kekurangan dan kelemahan ,sifat Allah yaitu as-Sattaar menutupi kelemahan kita. Jika kesalahan, kekurangan dan dosa-dosa seseorang diungkap secara terbuka, maka ia tidak akan mungkin menyelamatkan mukanya di depan siapapun sama sekali. 

Allah Yang merupakan Sattaarul 'uyuub (Menutupi Aib-Aib) dan Ghaffarudz dzunuub (Mengampuni dosa-dosa) telah mengajarkan kita sebuah konsep kedamaian, agar kita terus berusaha n belajar untk menjauhi kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan dalam diri dan dalam waktu yang sama beristighfar (meminta ampun) kepada tuhan agar diampuni dosa-dosa kita dan mendengarkan doa-doa kita"

Bagi mereka yang beristighfar kepada-Nya maka secara khas Dia akan menutupi kesalahan mereka. Arti kata  "Ghafr" adalah akar kata Istighfar dalam Bahasa Arab , artinya adalah untuk menutupi dan menyembunyikan dan kurang lebih sama artinya dengan kata  "Satr" karena Allah memiliki sifat ar-Rahiim (Maha Penyayang), al-Kariim (Maha Mulia), al-Haliim (Maha Penyantun), at-Tawwaab (Maha Penerima taubat) dan al-Ghaffaar (Maha Pengampun). 

Barangsiapa yang benar-benar bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya dan memaafkan dosa-dosanya. Tapi terkadang di dunia ini meskipun sebagai saudara kandung, kerabat dekat atau keluarga, apabila kita satu kali melakukan satu kesalahan, maka kendati kita telah bertobatpun, mereka tetap saja menganggapnya sebagai aib. Tetapi, betapa mulia-Nya Allah, meski manusia telah melakukan ribuan aib sekalipun , lalu ia bertaubat kepada-Nya  maka Dia menerima taubat hamba-hamba-Nya dan memaafkannya. 

Di dunia ini, tidak ada manusia kecuali para Nabi yang diwarnai dengan warna Tuhan, yang sedemikian rupa untuk menutup kelemahan orang lain (Artinya, tidak mungkin ada seorang pun di dunia yang sanggup memaafkan dan menutupi kelemahan sebagaimana Allah Ta'ala. Kecuali para Nabi ) , 

Dia Maha mengetahui dosa dan kesalahan para hamba-Nya, tetapi Dia terus saja menyembunyikan kelemahan mereka karena sifat-Nya ini , hingga sampai batas yang dapat ditoleransi secara keseimbangan.

 Kalau kita renungkan betapa luhur sifat kemuliaan dan sifat Pemurah-Nya. Sungguh benar bahwa jika Allah selalu mencengkeram dengan hukuman terhadap hamba-hamba-Nya, maka Dia akan menghancurkan semuanya. Tetapi, kemuliaan dan kasih-sayangnya sedemikian luas dan selalu mendahului kemurkaan-Nya

Dan kemurkaan Allah inilah  yg membuat kita takut untuk memata-matai serta mencari-cari kelemahan orang lain sehingga akan tercipta masyarakat yang aman dan damai serta penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang timbal balik. Ada banyak orang diantara kita, yang bukannya menyembunyikan kesalahan-kesalahan orang lain, malahan berkeliling membuka kesalahan-kesalahan yang ada pada orang lain. 

Namun ketika orang lain bicara buruk tentang mereka, atau mengetahui dari sumber tertentu bahwa seseorang telah mengatakan sesuatu tentang mereka, mereka jadi begitu sangat marah dan geram sampai pada tingkat siap untuk berkelahi atau bahkan membunuh orang tersebut. 

Tetapi, ketika mereka sendiri bicara buruk tentang orang lain, mereka akan membela diri mengatakan bahwa itu hal sepele dan tidak ada maksud apapun , oleh karena itu jika kita tidak suka terhadap perlakukan seperti itu , hendaklah sikap kita juga harus memperlakukan hal yang sama terhadap orang lain. Rasulullah SAW bersabda : " inginkanlah sesuatu bagi orang lain seperti apa yang engkau inginkan bagi dirimu "          

Inilah prinsip paling mendasar guna penegakan kedamaian dalam masyarakat kita. Jadi, ketika seseorang menyaksikan kelemahan dalam diri orang lain, alih-alih mempublikasikan kesalahan dan kelemahan tersebut, mereka harusnya fokus dalam beristighfar (memohon ampunan dari Allah) dan mereka juga harus takut akan tersingkapnya aib mereka sendiri sebab mereka juga punya banyak kelemahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun