Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kalut (#3)

14 Maret 2021   10:30 Diperbarui: 14 Maret 2021   10:38 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(wallpaperbetter.com)

Sejak peristiwa penguntitan yang dilakukan Herdi terhadap Martha, suasana dingin dan hampa semakin menyelimuti rumah tangga keduanya. Baginya semua sudah usai setelah perselingkuhan itu terbongkar. Sebelumnya Herdi pernah berujar dalam dirinya jika ternyata dugaannya itu keliru, dengan rela hati ia akan mengakui kesalahannya dan kembali rujuk dengan Martha. Namun kenyataannya berbeda. Ia kini kian menjauh dari Martha. Dan sebagai pelampiasannya, ia makin larut pada pekerjaannya. 

Senin pagi itu Herdi pergi ngantor lebih cepat dari Martha. Ia tampak terburu-buru bak wartawan yang sedang dikejar deadline. Kepalanya sudah dipenuhi dengan berbagai agenda kerja awal pekan yang siap untuk segera dieksekusi. Baginya pekerjaan itu nomor satu dan utama. Namun badai rumah tangga yang sedang berkecamuk saat ini menjadi pertaruhan konsistensi bagi dirinya terhadap hal tersebut. 

Telah mengabdi selama hampir 15 tahun di sebuah perusahaan jasa konstruksi internasional, Herdi dikenal sebagai pegawai yang berdedikasi, profesional, dan workaholic. Berbagai proyek besar dan strategis pernah ia tangani. Berbagai pos di perusahaannya juga pernah ia isi. Saat ini Herdi menempati posisi penting di bidang pengadaan alat dan barang. Beberapa tahun terakhir dirinya juga selalu masuk jajaran direksi perusahaan.

Setelah meeting on progress sebuah proyek selesai ia ikuti, agenda audiensi produk mingguan telah menantinya. Berbagai vendor terlihat sudah siap menawarkan produknya. Satu per satu dari mereka masuk ke ruang kerja Herdi bagaikan mahasiswa yang hendak sidang skripsi. Tampak salah satu dari mereka, seorang lelaki muda seperti tak sabar menunggu gilirannya. Sesekali ia melihat jam tangannya dan mengecek hp. 

Mengenakan kemeja tangan pendek polos abu-abu, celana panjang hitam, dan sepatu pantofel putih, Dika, usia 22 tahun, adalah fresh graduate dari sebuah universitas swasta ternama. Penampilan fisiknya terlihat normal saja sebagaimana seorang laki-laki umumnya. Tapi bagi yang sudah mengenalnya dengan dekat, pasti mengakui bahwa Dika bukanlah lelaki tulen. Ia agak gemulai orangnya. Teman-teman sekolah dan kuliahnya juga tidak memungkiri hal tersebut. 

Dika yang kemayu sejak kecil seakan merasa menemukan jati diri sesungguhnya saat ia merantau untuk kuliah. Dulu saat masih di bangku sekolah, ia merasa terasing dan kerap dijauhi teman-temannya khususnya yang laki-laki. Terkadang ejekan dan cemoohan terpaksa ia terima dengan pasrah. Meninggalkan luka batin yang mendalam dan berdampak pada mental atau psikologinya di kemudian hari. 

Ketika di rantau, ia bertemu dan bergaul dengan banyak orang yang setipe dengannya. Mendapati kondisi yang kondusif seperti ini seolah mimpi jadi kenyataan baginya. Ia sendiri tidak merasa canggung dan malu lagi dengan identitas aslinya ini. Malam-malamnya akrab dengan dugem, clubbing, dan diskotek sebagai cara dalam menyalurkan dan mengekspresikan diri. Saat bersamaan, disorientasi seksual sebagai penyuka sesama jenis kian nyata dan merasuki dirinya. 

.......
Terletak di salah satu sudut jalan protokol, gedung 30 tingkat itu menjulang tinggi dan megah. Di ruang kerjanya, Herdi menerima Dika sebagai vendor terakhir padi siang itu. Sebenarnya ini kedua kalinya bagi Dika mengemban tugas dari perusahaannya sebagai staf marketing ke perusahaan tempat Herdi bekerja. Tampak dibawa Dika, satu berkas map berisi katalog produk yang ingin dipromosikan, siap untuk diserahkan. 

"Halo, pak. Saya datang lagi," sapa Dika hangat begitu masuk ruangan.
"Haiii," jawab Herdi sambil coba mengingat-ingat.
"Saya Dika, pak. Sebelumnya pernah kesini. Masih ingat, pak?" Coba membantu Herdi untuk ingat kembali.
"Oh, iya, ya!" jawabnya sambil mengangguk-angguk.
"Gimana, apa yang bisa saya bantu?" tanyanya tersenyum.

Sambil menyerahkan proposal produknya, Dika berusaha presentasi sebaik mungkin. Masih terngiang di benaknya pesan bosnya agar tidak menyia-nyiakan kesempatan kedua ini karena ini penting bagi kelangsungan karirnya. Itu sebabnya ia terlihat sangat hati-hati, agak tegang, dan perfeksionis selama demo produk tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun