Pada awal perkembangan Islam, ketika Nabi Muhammad saw dan agama yang dibawanya mulai tampak mengancam status quo di Mekah, para pembesar kaum Quraisy tidak tinggal diam dan segera merespon hal ini. Mereka merancang berbagai strategi guna menyetop laju dakwah Nabi. Salah satunya dengan metode pengambinghitaman atau stigmatisasi.Â
Mereka lantas "rapat" dan berdiskusi untuk mencari julukan apa yang layak disandangkan kepada Nabi agar orang-orang tidak terpengaruh seruannya sekaligus membentuk opini negatif dan buruk tentang sosok Nabi dan ajaran Islam. Padahal mereka sendiri mengenal kepribadian Nabi sebagai seorang yang jujur, terpercaya, dan baik budi pekertinya.Â
Mereka juga tidak menyangkal Nabi sebagai seorang utusan Allah swt dan risalah yang dibawanya benar. Bahkan mereka takjub dan terpesona setiap kali wahyu disampaikan beliau. Tak seorang pun yang mampu membantah atau menentang apa disampaikannya.Â
Namun mereka bergeming seraya menolak ajakan Nabi dan tetap pada keyakinan leluhurnya. Merasa tak mampu melawan Nabi secara langsung, maka dilancarkanlah berbagai macam tuduhan kepadanya.Â
Muncul beberapa opsi yang mengemuka terkait julukan atau gelar yang diberikan. Pertama, diusulkan agar Nabi dijuluki sebagai dukun. Namun usul ini tidak disepakati karena penampilan Nabi tidak tampak sebagai seorang dukun.Â
Pendapat lainnya, diusulkan agar Nabi disebut orang gila saja karena apa yang disampaikannya dianggap sebagai pemikiran yang gila karena telah merusak dan mengacaukan tatanan hidup jahiliah yang selama ini mereka jalani. Julukan inipun tidak disetujui karena beliau jauh dari ciri-ciri orang yang gila.Â
Mereka terus berusaha tiada henti mencari julukan yang tepat bagi Nabi dalam rangka mendiskreditkan dan membunuh karakter beliau melalui pelabelan itu.Â
Kemudian muncullah usulan agar Nabi digelari sebagai tukang sihir. Walaupun dirasa tidak terlalu tepat, mereka akhirnya memutuskan untuk menggunakan sebutan itu.Â
Mereka kemudian secara masif dan gencar mengampanyekan itu ke seluruh suku yang ada di Mekah dan suku-suku luar yang datang ke Mekah. Muhammad adalah seorang tukang sihir yang harus dijauhi karena kata-katanya akan menyihir mereka.Â
Dengan sihirnya, seorang akan dengan mudah meninggalkan tradisi nenek moyang yang selama ini dianut dan menjadi pengikut Muhammad. Begitulah narasi yang sengaja mereka buat.Â
Lalu, bagaimana sikap Nabi? Beliau tidak tersinggung, marah, emosi, atau dendam. Beliau sadar betul dan siap dengan segala resiko dari risalah yang dia emban. Beliau justru menampilkan sosok akhlak mukmin yang sesungguhnya.Â