Mohon tunggu...
Ahmad fauzan
Ahmad fauzan Mohon Tunggu... Universitas Hasanuddin

Selamat datang di blog saya! Halo, pembaca setia! Terima kasih telah mampir ke blog ini, tempat di mana saya berbagi informasi, cerita, dan inspirasi dari berbagai topik menarik. Apakah Anda pencinta hiburan, pengamat tren terkini, atau sekadar mencari bacaan santai di waktu luang? Di sini, saya memiliki sesuatu untuk semua orang! Blog ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan konten yang informatif, relevan, dan pastinya menyenangkan untuk dibaca. Saya berusaha menghadirkan tulisan yang segar, baik itu tentang teknologi, gaya hidup, hiburan, hingga tren budaya populer yang sedang hangat dibicarakan. Selain itu, saya juga ingin menjadikan blog ini sebagai ruang diskusi bagi pembaca. Jadi, jangan ragu untuk meninggalkan komentar, berbagi pendapat, atau bahkan memberikan ide untuk topik yang ingin Anda baca di sini. Mari jadikan blog ini sebagai tempat di mana kita bisa belajar, berbagi, dan tentunya menikmati konten-konten yang saya sajikan. Tetaplah bersama saya untuk mendapatkan tulisan-tulisan yang menarik setiap minggunya! Selamat membaca dan semoga hari Anda menyenangkan!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sepi yang Mengendap di Balik Tutup Panci

5 Mei 2025   15:08 Diperbarui: 5 Mei 2025   15:08 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di balik jendela kaca yang buram dan dipenuhi debu serta goresan, siluet beberapa perabot dapur (Sumber: Pexels/Plato Terentev)

Di sudut dapur yang remang, panci tua itu berdiam di atas kompor mati---tuturnya tertutup rapat, menyimpan kesunyian yang tak berujung. Cahaya senja menembus jendela kecil, menari pada permukaan logam yang berkerut, seakan menanyakan: "Apa yang masih kau tunggu?" Di situ, diamnya panci menjadi saksi bisu, merangkum kerinduan pada keramaian yang pernah terjadi.

"Terkadang aku merasa tak lagi berarti," gumam panci dalam batin. Ia mengenang ketika uap mengepul deras, membawa aroma rempah menguar ke seluruh rumah. Suara rebusan air, denting sendok, tawa riuh saat lauk tersaji---semua kini tertahan di balik lapisan karat tipis yang menyelimuti tutupnya.

Setiap lekuk dan goresan di tubuhnya menuturkan cerita lama: tangan Ibu yang memegangnya dengan cekatan, memindahkan tumisan ke piring, lalu menepuknya lembut sebelum dicuci. Anak-anak berlarian di lantai teras, sesekali menengok ke dapur sambil berbisik, "Apa yang sedang dimasak, Bu?" Rupanya, tutur kata sederhana itu kini menjadi gema yang semakin pudar.

"Adakah yang masih merindukan suaraku?" tanya panci pada bayangan yang memantul di dinding keramik. Ia merindukan sentuhan spatula yang dulu menari riang, mengaduk bumbu dan sayur. Teknologi baru mungkin menjanjikan kemudahan, tetapi tak mampu menimbulkan getaran hangat yang sama.

Malam kian larut, kompor dingin, dan keluarga satu per satu menyibak layar dan layar---tablet, laptop, ponsel. Tidak ada lagi panggilan untuk makan malam bersama, tidak ada lagi aroma ayam bakar merayap dari sudut dapur. Hanya panci tua itu, setia menunggu untuk dipanggil kembali.

Di antara debu tipis dan lapisan karat, tersembunyi harapan: bahwa suatu pagi, seseorang akan membuka tutupnya lagi. Air akan mendidih, bumbu akan meletup, dan aroma rumah akan kembali mengundang---seperti salam lama yang tak ingin dilupakan.

Ketika akhirnya tutup itu terangkat, sinar pagi menembus ke dalam, menyingkap kesunyian. Uap hangat menyapa, menghidupkan kembali kenangan terpendam. Panci tua itu, dengan segala kekurangannya, kembali menemukan makna: bahwa keheningan tak selamanya sepi, melainkan persiapan untuk cerita baru.

Dan di balik tutup panci yang terbuka, sepi pun menguap, memberi ruang bagi tawa dan cinta untuk memenuhi ruang---mengingatkan kita bahwa setiap benda usang di sudut rumah juga memiliki suara yang pantas didengarkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun