Mohon tunggu...
Ahmad Fadil
Ahmad Fadil Mohon Tunggu... Komitmen untuk terus belajar, tumbuh, dan berbagi kebaikan

Minat pada pendidikan, kesehatan mental, dan pengembangan masyarakat. Latar belakang saya di bidang psikologi memberi dorongan untuk berbagi gagasan tentang pendidikan, dinamika mahasiswa, serta isu-isu sosial yang relevan. Melalui tulisan di Kompasiana, saya ingin menghadirkan perspektif akademis yang tetap sederhana dan mudah dipahami.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebahagiaan Sederhana di Kelapa Nunggal: Senja, Jajanan, dan Layang-layang

6 September 2025   09:06 Diperbarui: 6 September 2025   09:06 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Langit sore kelapa nunggal; Sumber: Dokumentasi Asli

Ada satu sore yang selalu saya rindukan di Kelapa Nunggal, sebuah kecamatan kecil yang tenang di ujung Kabupaten Bogor. Saat matahari mulai condong ke barat, ketika warna jingga perlahan menutupi langit, warga keluar rumah dengan langkah ringan. Ada yang berjalan santai sambil menggandeng anaknya, ada pula yang menuntun sepeda menuju lapangan desa.

Di tempat inilah, kebahagiaan sederhana itu tumbuh---bukan dari kemewahan, melainkan dari momen kebersamaan yang sering kita lupakan.

Lapangan yang Menjadi Panggung Kehidupan

Lapangan desa di Kelapa Nunggal tidak luas, hanya sebidang tanah hijau dengan rerumputan yang mulai meninggi. Tapi setiap sore, lapangan itu berubah menjadi panggung kehidupan. Anak-anak berlarian, sebagian sibuk menaikkan layang-layang berwarna-warni. Ada yang berbentuk naga, ada yang sederhana dari kertas minyak.

Tangan-tangan kecil itu begitu cekatan mengulur benang, sorak gembira terdengar setiap kali layangan berhasil menembus angin dan melayang tinggi di angkasa. Bagi mereka, keberhasilan menaikkan layangan bukan sekadar permainan, tapi juga simbol kemenangan kecil yang membahagiakan.

Di pinggir lapangan, para orang tua duduk bersila di tikar seadanya. Sebagian bercengkerama, sebagian sibuk mengamati anak-anak mereka dengan tatapan penuh kasih. Di wajah-wajah itu, ada ketenangan yang sulit kita temukan di kota besar.

Jajanan Kaki Lima: Rasa yang Menyatukan

Tak jauh dari lapangan, barisan pedagang kaki lima mulai menggelar dagangannya. Aroma gorengan hangat menyeruak, bercampur dengan wangi kacang rebus, bakso tusuk, hingga es lilin berwarna mencolok yang diserbu anak-anak.

Momen membeli jajanan ini tampak sederhana, tapi sebenarnya menyimpan nilai kebersamaan. Satu gorengan yang dibagi berdua, es lilin yang dihisap bergantian oleh adik-kakak, atau sekadar bercanda dengan pedagang yang sudah mereka kenal sejak lama.

Di sini, makanan bukan sekadar pengisi perut. Ia menjadi pengikat cerita, perekat kebersamaan, dan penanda bahwa sore ini adalah milik mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun